Breaking News

ZAM Dimata Pegiat dan relawan Seni Budaya



Mataram (postotantb.com)- Penamaan banda udara atau bandara, atau tempat-tempat strategis yang menjadi lintasan banyak orang dari luar, dengan nama figur lokal yang mendapat gelar pahlawan nasional atau berjasa besar bagi masyarakatnya sudah menjadi kelaziman di berbagai daerah.

Karakteristik figur setempat yang bisa mewakili  nilai-nilai yang dianut sebagian besar masyarakatnya, akan memberi kebanggaan pada masyarakat tersebut.

“Masyarakat luar secara tidak langsung diberi tahu, bahwa ada anak bangsa di daerah itu telah berkontribusi atau berjasa pada bangsa dan Negara, “ kata Bambang  Wahyudin di Mataram, Minggu (16/09).

Bambang Wahudin asal Jakarta, (42) beberapa hari belakangan tergabung dalam kelompok relawan budaya yang terjun di pengungsian korban gempa dalam program trauma healing yang secara khusus ditujukan bagi anak-anak di Lombok Utara.

Ia memberi contoh, nama Bandara Soekarno-Hatta di wilayah ibukota, Bandara  Adi Soecipto di Jawa Tengah, Bandara Ngurah Rai di Bali atau Bandara Hang Nadim di Batam serta di daerah-daerah lainnya,  selain inspiratif juga memberi makna khusus.

“Nama  Bandara Zainuddin Abdul Majid atau ZAM DI Lombok Tengah, menurut saya lebih memberi makna khusus dari sekedar nama daerah. Kalau saya malah mengusulkan, sebutan tuan guru harus disertakan agar identitas identitas Lomboknya lebih jelas,“  ujar Bambang yang mengaku sudah empat kali datang ke Lombok melalui bandara.

Saat ditanya pendapatnya terkait penolakan masyarakat Lombok Tengah atas penggantian nama bandara, Bambang enggan menanggapi.  Ia hanya balik bertanya, apakah gelar pahlawan nasional yang bersangkutan dianggap cacat.
Sementara itu, Ahmad Zain dari Kendari yang datang ke Lombok dalam program yang sama, menambahkan tentang kecenderungan penggantian nama bandara dengan nama figur pahlawan nasional dari daerah yang bersangkutan.

Misalnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang saat itu masih dipimpin Gubernur Heryawan pengusulkan mengajukan nama Bandara Internasional Abdul Halim ke pemerintah pusat. Abdul Halim merupakan tokoh perjuangan asal Majalengka Jawa Barat, dan telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional.


Semula namanya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang terletak di Kertajati, Majalengka, di Provinsi Jawa Barat.

“Usulan nama pahlawan nasional itu jelas bermaksud memberi apresiasi tinggi pada figur lokal yang  jelas-jelas berjasa pada bangsa dan negara, serta nyata jasa-jasa yang diperbuat untuk masyarakatnya,“ jelas Ahmad Zain.


Dijelaskannya,  pemerintah  menetapkan  figur lokal menjadi pahlawan nasional prosesnya panjang dan tidak mudah. Banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui, dan harus didukung fakta-fakta yang diakui masyarakatnya.

“Begitu seorang tokoh mendapat gelar kepahlawanan, keluarganya mendapat kehormatan diundang ke Istana Negara. Ini penghargaan dari Negara. Dari masyarakatnya, ya salah satunya mengabadikan nama pahlawan itu menjadi nama tempat-tempat yang strategis yang dikunjungi atau menjadi lintasan banyak orang, “ jelas Ahmad  Zain.


Namun diakuinya, sering terjadi pro dan kontra terkait penamaan bandara,jalan, atau bahkan nama rumah sakit.  Ahmad juga tak mau berkomentar atas protes yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat Lombok Tengah terkait penggan nama International Lombok Airport (LIA)n menjadi ZAM.

“Saya tak memahami soal protes itu. Saya hanya ingat kata Bung Karno, bangsa yang besar adalah yang bisa menghormati pahlawannya, “ pungkas Ahmad Zain. (Eka)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close