Mataram (postkotantb.com) - Indonesia
dengan rangkaian kepulauan Nusantara memiliki sangat banyak potensi di sektor
pertanian, baik di subsektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan juga
perikanan.
Namun, modal alamiah yang terletak di bawah garis
khatulistiwa, belum juga membuat bangsa ini bisa meraih swasembada pangan
secara utuh. Sejumlah komoditas yang sejatinya bisa dihasilkan melimpah di
negeri ini, justru masih terjadi impor dari negara lain.
"Ini yang jadi ironi. Kita ini negara yang sangat
potensial di sektor pertanian, tapi justru masih banyak impor dari luar negeri.
Padahal seharusnya kita berupaya agar bisa ekspor, karena kita punya keunggulan
kompetitif di sektor pertanian ini," kata Ketua Badan Pengawas dan Disiplin
( BPD) Partai Gerindra, H Bambang Kristiono (HBK), Selasa ( 6/11).
Ia mengatakan, salah satu solusi tercepat untuk
membangkitkan kembali potensi pertanian yang seolah "tertidur" ini adalah
dengan melakukan revolusi pertanian organik.
Sebab, salah satu kendala produk pertanian Indonesia sulit
menembus pasar mancanegara disebabkan oleh kualitas mutu produk pertanian yang
masih rendah dan sarat dengan endapan residu kimia dari pupuk, pestisida, fungisida, dan
insektisida yang selama ini digunakan para petani.
Ia mencontohkan, komoditas Kopi di Lombok memiliki
keunggulan tersendiri baik varian Robusta, Arabica, maupun Liberica. Namun, produk
unggulan ini pada kenyataannya masih sulit menembus ekspor, karena kualitas
mutunya yang masih dibawah ambang standar negara-negara maju.
"Kita tidak mungkin bisa ekspor ke luar (negeri),
kalau produk komoditi kita masih terpapar residu kimia. Apalagi standar negara-negara
maju untuk komoditas yang dikonsumsi masyarakatnya itu sangatlah tinggi, karena
mereka sangat peduli dengan kesehatan masyarakatnya. Jadi, solusinya adalah,
pertanian organik harus digalakan secara masif di negri ini," terang HBK.
Menurut HBK, pertanian organik juga bisa menjadi nilai
tambah bagi para petani dalam hal efisiensi biaya produksi. Selain itu, pola organik
dalam jangka panjang juga bermanfaat untuk mengembalikan tingkat kejenuhan
lahan akibat dampak penggunaan pupuk kimia.
"Ini juga bagian dari rehabilitasi lahan karena sudah
jenuh akibat pupuk kimia. Maka perlu revolusi organik agar kembali produktif lahannya.
Baik lahan pertanian, pertambakan, perikanan dan pantai," ujarnya.
Setengah hati
HBK menilai saat ini belum ada upaya yang serius memulai
pertanian organik secara massal. Pemerintah terkesan setengah hati mendorong
pertanian organik yang terbukti menjadi daya ungkit peningkatan
kesejahteraan kaum tani ini.
"Kalau serius, mungkin semua (petani) sudah pakai
mesin dan alat pengolahan, sehingga satu Desa atau Kecamatan itu tak perlu
pupuk dan obat-obatan kimia dari luar. Ya, sifatnya pendukunglah bukan yang
utama kalau diperlukan," katanya.
Caleg DPR RI dari Partai Gerindra ini mengajak generasi
muda dan kaum millenial di Lombok untuk menjadi pioner penggerak revolusi
pertanian organik di wilayahnya, yang di kemudian hari bisa menjadi contoh
bagi daerah lainnya di Indonesia.
Ia menegaskan, ke depan kebutuhan-kebutuhan kongkrit untuk
mewujudkan hal tersebut akan diperjuangkan melalui kewenangan legislasi dan anggaran
melalui DPR RI nantinya.
"Hal ini harus mulai kita
lakukan. Mari generasi muda Lombok, kita bangkitkan semangat revolusi pertanian
ini. Dari Lombok, kita berbuat untuk Indonesia tercinta. Dan in shaa Allah,
kita bisa," ajaknya. (Eka)
0 Komentar