Mataram
(postkotantb.com)- "Saya tunggu rekomendasi Munas dan Konbes PBNU untuk
kami tindak lanjuti, terutama persoalan yang menyangkut pemerintah, seperti
rekomendasi terkait pembahasan redistribusi aset dalam pandangan Islam,"
ujar Presiden RI, Joko Widodo saat
membuka Munas Alim Ulama Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 2017 di komplek
masjid Hubbul Wathon Islamic Center Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/11/2017).
Setelah
tiga hari bermusyawarah sejak Presiden menyatakan akan menunggu rekomendasi hasil Munas itu,
akhirnya Ketua PBNU, KH. Said Aqil Siroj membaca 11 points rekomendasi hasil
MUNAS Alim Ulama NU di Mataram, Nusa
Tenggara Barat. Kesebelas rekomendasi tersebut, disampaikan KH. Aqil Siroj
sesaat sebelum Wakil Presiden RI, H.M.
Jusuf Kalla menyampaikan pidato penutupan Munas dan Konbes PBNU, di Pondok
Pesantren Qurani Bengkel di Desa Bengkel Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Barat, Sabtu (25/11-2017). Usai dibaca,
kemudian rekomendasi itu langsung diserahkan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Adapun
11 butir Rekomendasi Para Ulama NU tersebut terdiri dari :
Pertama,
dibidang ekonomi dan kesejahteraan,
Pemerintah perlu mengawal agenda pembaruan agraria. Pembaharuan tersebut
tidak hanya terbatas pada program sertifikasi tanah semata. Tetapi juga
registribusi tanah untuk rakyat dan lahan untuk petani. PBNU memandang
pembaharuan agraria selama ini belum berjalan baik karena kurangnya komitmen pemerintah untuk
menjadikan tanah sebagai hak dasar bagi
warga negara. Kedua, untuk menjalankan program tersebut, Perlu dukungan
instansi militer dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Ketiga,
Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada pembangunan pertanian dengan
mempercepat proses industrialisasi pertanian.
Dimulai dari pembagian lahan pertanian dan percetakan sawah baru.
Meningkatkan kapasitas lahan, perbaikan/revitalisasi struktur irigasi, proteksi
harga pasca panen, perbaikan infrastrukur pengangkutan untuk mengurangi biaya
logistik untuk batasan impor pangan.
Keempat,
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme, pemerintah perlu
bersikap dan bertindak tegas untuk mengatasi persoalan radikalisme dengan tetap
mengedepankan rasa kemanusiaan. Karena itu diperlukan strategi nasional yang
komprehensif meliputi aspek agama, pendidikan, politik, keamanan, kultural,
sosial ekonomi dan lingkungan berbasis keluarga.
Kelima,
Parpol dan politisi harus berhenti menggunakan sentimen agama dalam pertarungan
politik peraktis. Memainkan sentimen agama untuk perebutan kekuasaan lima
tahunan merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang dapat mengoyak
keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Keenam,
Aparat penegak hukum harus menjamin hak konstitusional setiap warga negara dan
tidak tunduk oleh kelompok radikal. Ketujuh, di bidang kesehatan. Pemerintah
perlu melakukan upaya-upaya promotif pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di seluruh
wilayah indonesia demi masa depan generasi bangsa yang lebih berkualitas.
Kedelapan,
dibidang Pendidikan pemerintah perlu membentuk kementerian urusan pesantren,
sebagai langkah promotif memajukan pesantren dan pendidikan keagamaan melalui
kebijakan program dan anggaran. Kesembilan, Pemerintah perlu menindaklanjuti
perpres nomer 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter (PPK) melalui
kebijakan operasional dan anggaran disekolah dan madrasah tanpa membeda bedakan
sekolah negeri dan swasta.
Kesepuluh,
di bidang Politik Dalam Negeri, para ulama NU merekomendasikan kepada Presiden
agar keberadaan KPK tetap dipertahankan dan perkuat. Keberadaannya perlu
dilindungi dari serangan berbagai pihak yang ingin memperlemah dan mereduksi peran
KPK dalam pemberantasan kejahatan korupsi. Karena itu pemerintah perlu
mengkonsolidasikan aparatur pemerintahan dan partai-partai pendukung pemerintah
untuk ikut dalam barisan penegakan dan penguatan serta pemberantasan korupsi
oleh KPK. Ulama NU mengajak untuk "jihad melawan korupsi".
Kesebelas,
dibidang politik luar negeri dan hubungan Interasional, direkomendasikan kepada Pemerintah agar tegas terhadap
pemerintah Myanmar atas perilakunya yang tidak patut, bukan hanya kepada etnis
rohingya tapi juga kepada suku-suku minoritas lain yang tertindas di Myanmar.
Indonesia perlu memanfaatkan posisinya untuk menekan negara-negara anggota
ASEAN agar lebih bersikap tegas atas aksi kekerasan dan pemusnahan etnis tersebut.
(RZ)
0 Komentar