Mataram (postkotantb.com)-
Ketua Badan Pengawas dan Disiplin (BPD) Partai Gerindra, H. Bambang Kristiono
(HBK), mengingatkan, pemanfaatan lahan pekarangan rumah menjadi satu di antara
alternatif mewujudkan kemandirian pangan dalam rumah tangga.
Menurut HBK,
pemberdayaan keluarga lebih dulu, kemudian ketahanan pangan dapat tumbuh dan
berkembang. "Tanah pekarangan, bila dikelola dengan baik dan
sungguh-sungguh sangat membantu kehidupan rumah tangga, baik dalam peningkatan
penghasilan maupun perbaikan nutrisi keluarga", kata HBK, Kamis
Malam (22/11) disela-sela mengikuti acara Yasinan bersama warga
Presak Timur, Kota Mataram.
HBK
mengatakan, itu sebab dari perjalanan ke desa-desa di semua Kabupaten di
Lombok, dan berdialog dengan banyak keluarga, tidak jarang masih ditemuinya keluarga
yang kekurangan nutrisi.
"Ini
pentingnya pendidikan ketrampilan mengelola tanah pekarangan", lanjutnya.
Kalau
masyarakat desa trampil mengelola pekarangan dengan bayam, sawi, kacang
panjang, tomat, cabe maupun jenis tanaman yang cocok ditanam di pekarangan,
persoalan malnutrisi atau kekurangan gizi keluarga akan teratasi.
Diakuinya,
sebenarnya pemerintah melalui banyak dinas maupun badan-badan di daerah telah
mempunyai program-program ketahanan pangan, dan didukung dengan anggaran yang
besar.
"Sayangnya,
program-program tersebut tidak diinternalisasi khususnya
keluarga-keluarga di pedesaan. Sehingga program-program yang disosialisasikan
tidak berkelanjutan", katanya.
Misalnya,
program nasional Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), program nasional
untuk ketahaan pangan yang juga sampai di seluruh Provinsi hingga ke Kabupaten,
tapi tetap saja masih banyak keluarga yang kekurangan gizi.
"Tiap
tahun program itu ada, tapi tetap saja ada keluarga yang kekurangan gizi atau
malnutrisi," ujar HBK.
Bergerak
bersama-sama mengajak masyarakat menanam sejumlah sayuran dengan memanfaatkan
lahan pekarangan, sebenarnya bukan anjuran baru. Sudah banyak dibentuk
kelompok-kelompok dalam masyarakat, tapi perlu memberdayakan dan menghidupkan
kembali kelompok-kelompok rumah tangga yang dulu sudah terbentuk.
Caleg DPR RI
Partai Gerindra, Nomor Urut-1 dari Dapil NTB-2/P. Lombok yang rajin turun ke
masyarakat itu menekankan, bahwa untuk mengembangkan pekarangan sebagai kebun
gizi juga bisa dilakukan di rumah-rumah penduduk yang padat dan lahannya
sempit.
"Karena
itu, perlu pelatihan skill masyarakat cara berkebun dengan lahan seadanya.
Seperti meletakkan tanaman di dalam pot, baik itu pot yang berukuran kecil maupun
pot yang berukuran besar," kata HBK.
Sinergi Pemerintah Dan Swasta
Terpisah
Arif Mahmudi, salah satu aktivis lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) , pernah
melakukan riset pengelolaan lahan pekarangan di tiga Kecamatan dan 10 Desa di
Sumbawa.
Riset itu
dilakukan, salah satu tujuannya adalah untuk mencari solusi karena masih
banyaknya kasus malnutrisi atau kekurangan gizi yang menimpa ibu dan anak di
desa-desa.
Arif
mengungkapkan, meski program banyak dilakukan lembaga pemerintahan, mulai Dinas
Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa maupun Bappeda, tapi program-programnya tidak berjalan
berkesinambungan.
Menurutnya,
pemerintah biasanya menggunakan cara konvensional, kelompok dalam masyarakat
dilatih, dikasih bibit, sudah dianggap bisa.
Pemerintah
tidak tahu bagaimana cara menginternalisasi program tersebut ke masyarakat.
"Keberhasilan
pengelolaan lahan pekarangan itu perlu pendampingan. Karena itu perlu
keterlibatan swasta, yaitu dari produsen bibit tanaman. Mereka bisa
menjual bibit tapi melakukan pendampingan, sampai masyarakat bisa menuai
hasilnya", jelas Arif.
Selain
pendampingan, juga dibutuhkan keterlibatan aktif Kepala Desa setempat.
Kelompok
masyarakat yang berhasil memanfaatkan pekarangannya, umumnya yang mendapat
dorongan dari Kepala Desa. Dan kalau Kepala Desa terlibat dalam proses
pengelolaan lahan pekarangan, pemerintah juga tak perlu mengucurkan
anggaran, karena dari Anggaran Dana Desa sudah bisa membiayai.
Arif
mengatakan, keberhasilan memanfaatkan lahan pekarangan memberi manfaat
langsung, seperti menghemat biaya belanja keluarga, mengatasi malnutrisi,
ibu-ibu memahami cara menanam sayuran, ketahanan pangan, dan termasuk
menciptakan lingkungan yang asri.
"Di Lombok Utara, program ini juga menciptakan
lapangan kerja baru. Ada ibu-ibu yang trampil melakukan pembibitan, dan itu
menambah penghasilan keluarga dengan menjual bibit sayuran dan tanaman
pekarangan lainnya," tukas Arif. (eka)
0 Komentar