Breaking News

Abah Uhel Belajar dari Pengalaman di Pilgub 2018

 

Catatan : Didin Maninggara
(Episode 1)



Empat tahun lalu. Abah Uhel, sapaan akrab Suhaeli FT kalah tipis dari pasangan Zul-Rohmi di Pilgub NTB 2018. Ia menggandeng M. Amin. Jadilah paket representatif Suhaeli-Amin. Suhaeli merupakan representasi Pulau Lombok yang mayoritas etnis Sasak dan Amin Pulau Sumbawa yang mayoritas etnis Mbojo dan Samawa.

Sebelum berpasangan, Amin adalah Sekretaris Partai Golkar NTB yang diketuai Suhaeli.  Kemudian dua tokoh ini pisah ranjang. Amin yang orang Sumbawa tulen hijrah ke Partai NasDem dan menjadi ketua.

Itulah strategi politik yang sempat mengagetkan. Suhaeli dan Amin berpisah lantaran tidak harmonis dalam satu rumah besar bernama Golkar. Tapi karena politik adalah seni membangun kemungkinan, mereka bersatu di Pilgub, seperti cinta lama bersemi kembali.

Kini, peristiwa empat tahun lalu itu, menjadi renungan kembali pada diri Abah Uhel. Ia maknai kekalahan 2018 sebagai sukses tertunda. Bahkan, menghadirkan ketenangan qalbu (hati), yang ditindaklanjuti zikir kepada Allah, beristigfar dan terus beristigfar.

Begitu indah, lantaran bersemayam ketenangan di bawah kolong batinnya. Ketenangan yang menenangkan.

Dari peristiwa itu pula, Abah Uhel lagi-lagi merenung, merenungi apa yang harus ia lakukan ke depan. Sebab, saat ini ia terus menjadi pembicaraan di ranah publik, baik secara terbuka maupun bisik-bisik antarwarga dari mulut ke mulut dalam skala tertentu.

Cara berpikir Abah Uhel lugas dan luwes. Meski ingin dihabisi dari internal partainya, tapi ia tegar. Konsisten dan istiqamah tetap ingin berjuang melalui Golkar. Tak lapuk oleh hujan. Tak lekang oleh panas. Abah Uhel tetap tegak dan kokoh dengan dirinya. Dengan daya ubah dirinya.

Karena itulah, Abah Uhel tetap punya nilai tawar secara politik, karena ia punya andil besar dalam membesarkan Golkar di NTB.

Abah Uhel tak pernah takut kalah bersaing. Apalagi, dalam kontestasi politik pilkada.

Telah terbiasa bertarung di ranah politik terbuka. Dua kali berturut-turut meraih kemenangan di Pilkada Lombok Tengah.

Nama Abah Uhel cukup besar. Tidak saja dalam peta "Tokoh-tokoh politik NTB", tapi juga di dalam berinteraksi sosial kemasyarakatan. Dan secara spesifik di Partai Golkar.


Kalau diterjemahkan dalam bahasa politik yang sederhana, relasi sosial Abah Uhel melintasi zaman. Melintasi lintas generasi dengan bekerja cerdas dan mengabdi tanpa sekat.

"Hati kita harus bening, sebening kristal ketika kita jadi pemimpin," ucapnya dalam bincang santai, usai sholat Jumat, 19 Agustus 2020.

Pemimpin, tentu dalam arti yang luas. Maka, lanjutnya, Insya Allah hidup yang iman akan tercapai.

Ia mengutip sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Jabir, dicatat Imam Ath-Thabrany, mengingatkan dirinya bahwa "Khayru 'n-naasi 'anfa'uhum Li'n-naasi" (Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya).

Abah Uhel merasakan, hadist ini menjadi pendorong semangatnya. Ingin menjadi hamba Allah yang bisa memberi manfaat untuk manusia yang lain melalui kiprah kegiatannya yang dijalani, baik ketika menjadi pejabat maupun kini sudah menjadi rakyat biasa, namun luar biasa.

Sebuah keinginan lumrah. Bahkan dari perspektif teologi keagamaan, bahwa  setiap orang, siapa pun, punya kesempatan menjadi hamba Allah paling bermanfaat, dengan cara dan ciri masing-masing.

Karakter kepemimpinannya bisa diterjemahkan punya kesamaan dengan seni memimpinnya, yang juga memiliki kesamaan dengan seni memimpin Bupati Lombok Timur, HM. Sukiman Azmy. Yakni, sama-sama memiliki korelasi kuat dengan prestasi kinerja kepemimpinannya. Antara lain, menawarkan kepemimpinan yang berbasis pemikiran  manajemen perubahan harus hadir dalam proses tranformasi pemerintahan agar berjalan lancar, cepat, dengan resiko yang bisa dieliminir.***

@Bersambung ke Episode 2

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close