Mataram (postkotantb.com)- Tim Kuasa Hukum Selebgram Dwita Qorina Agesti, Advokad Setyaningrum Hs and Partners, akan kembali melayangkan laporan baru terhadap Abdul Hamid selaku Eks Suami Siri selebgram tersebut, ke Polresta Mataram.
Laporan baru ini dilayangkan tim kuasa hukum Selebgram Dwita Qorina sebagai jawaban serta bantahan atas pernyataan tim kuasa hukum Abdul Hamid yang mengaku merasa difitnah dan dicemarkan nama baik.
"Jadi dua laporan ya. Yang sebelumnya dugaan penganiayaan terhadap klien kami Selebgram Dwita Qorina, dan laporan kedua terkait dugaan pencemaran nama baik akan segera kami layangkan," ancam Setyaningrum Hastutik Sutrisno, SH., CMLC., didampingi rekannya, M. Rofikin Sopiyan, SH., Jumat (11/10/2024).
Ningrum menilai, fitnah dan pencemaran nama baik yang dimaksud kuasa hukum Abdul Hamid, sangat merugikan kliennya. Pasalnya saat kejadian di Kingsman, Selebgram Dwita Qorina membela diri atas tindakan penganiayaan yang dilakukan eks suami sirinya tersebut.
"Jadi yang mulai pemukulan itu Abdul Hamid," Bantah Ningrum.
Ia menegaskan, apapun bentuknya, kekerasan terhadap perempuan tidak dibenarkan oleh negara. Bahkan dikategorikan menjadi salah satu kejahatan kemanusiaan.
Terlebih kondisi fisik kliennya sangat memprihatinkan akibat penganiayaan tersebut. Ini dibuktikan dengan hasil visum yang sudah menjadi salah satu alat bukti pihak kepolisian.
"Masa iya sudah dipukuli, digebukin, sampai hampir mati dia (Dwita Qorina) tidak membela diri. Kan mati konyol dia disitu," timpalnya.
Soal viralnya kasus penganiyaan di sejumlah media massa, pihaknya tidak memiliki andil untuk membatasi tugas pers dalam mencari kebenaran dan perkembangan informasi atas kasus penganiyaan yang menimpa kliennya.
"Dia (Abdul Hamid) merengek-rengek, kenapa harus di up di media. Yoh kita tidak bisa membatasi hak pers dong. Toh yang menetapkan Abdul Hamid sebagai tersangka itu kepolisian. Itu bukan wewenang kami sebagai kuasa hukum. Terus letak pencemaran nama baik itu di mana?," singgungnya.
Begitu juga dengan tuntutan ganti rugi, ia kembali membantah jika disebut sebagai upaya pemerasan. Menurutnya wajar-wajar saja Selebgram Dwita Qorina menuntut dengan nominal yang tinggi.
"Kami membantah keras kalau dianggap memeras. Justru mereka menawarkan damai, kami tawarkan syarat dan salah satu syaratnya adalah ganti rugi senilai Rp. 300 juta dan mereka tidak menyanggupinya. Apakah itu dianggap pemerasan? kan itu syarat yang kami ajukan. jika tidak, berarti jalan damai itu tidak terpenuhi," tegasnya.
Pihaknya memberikan apresiasi terhadap kinerja penyidik Polresta Mataram yang dengan cepat menetapkan Abdul Hamid sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan.
Kendati demikian, ia mendesak agar pihak kepolisian menahan tersangka. Kliennya merasa diteror karena sampai hari ini, eks suami siri tersebut kerap kali mengirim utusan untuk mendatangi selebgram Dwita Qorina.
Ditambahkan bahwa tidak hanya Polresta Mataram. Pihaknya juga telah melaporkan Kasus tersebut ke Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), tertanggal 1 Oktober 2024. Dalam laporannya, Ningrum meminta agar kasus tersebut dikawal hingga pengadilan.
"Laporan kami sudah di Follow Up dan tetap akan dikawal kasus ini. Artinya kasus ini sudah menjadi atensi khusus Komnas PPA," tandasnya.(RIN)
Laporan baru ini dilayangkan tim kuasa hukum Selebgram Dwita Qorina sebagai jawaban serta bantahan atas pernyataan tim kuasa hukum Abdul Hamid yang mengaku merasa difitnah dan dicemarkan nama baik.
"Jadi dua laporan ya. Yang sebelumnya dugaan penganiayaan terhadap klien kami Selebgram Dwita Qorina, dan laporan kedua terkait dugaan pencemaran nama baik akan segera kami layangkan," ancam Setyaningrum Hastutik Sutrisno, SH., CMLC., didampingi rekannya, M. Rofikin Sopiyan, SH., Jumat (11/10/2024).
Ningrum menilai, fitnah dan pencemaran nama baik yang dimaksud kuasa hukum Abdul Hamid, sangat merugikan kliennya. Pasalnya saat kejadian di Kingsman, Selebgram Dwita Qorina membela diri atas tindakan penganiayaan yang dilakukan eks suami sirinya tersebut.
"Jadi yang mulai pemukulan itu Abdul Hamid," Bantah Ningrum.
Ia menegaskan, apapun bentuknya, kekerasan terhadap perempuan tidak dibenarkan oleh negara. Bahkan dikategorikan menjadi salah satu kejahatan kemanusiaan.
Terlebih kondisi fisik kliennya sangat memprihatinkan akibat penganiayaan tersebut. Ini dibuktikan dengan hasil visum yang sudah menjadi salah satu alat bukti pihak kepolisian.
"Masa iya sudah dipukuli, digebukin, sampai hampir mati dia (Dwita Qorina) tidak membela diri. Kan mati konyol dia disitu," timpalnya.
Soal viralnya kasus penganiyaan di sejumlah media massa, pihaknya tidak memiliki andil untuk membatasi tugas pers dalam mencari kebenaran dan perkembangan informasi atas kasus penganiyaan yang menimpa kliennya.
"Dia (Abdul Hamid) merengek-rengek, kenapa harus di up di media. Yoh kita tidak bisa membatasi hak pers dong. Toh yang menetapkan Abdul Hamid sebagai tersangka itu kepolisian. Itu bukan wewenang kami sebagai kuasa hukum. Terus letak pencemaran nama baik itu di mana?," singgungnya.
Begitu juga dengan tuntutan ganti rugi, ia kembali membantah jika disebut sebagai upaya pemerasan. Menurutnya wajar-wajar saja Selebgram Dwita Qorina menuntut dengan nominal yang tinggi.
"Kami membantah keras kalau dianggap memeras. Justru mereka menawarkan damai, kami tawarkan syarat dan salah satu syaratnya adalah ganti rugi senilai Rp. 300 juta dan mereka tidak menyanggupinya. Apakah itu dianggap pemerasan? kan itu syarat yang kami ajukan. jika tidak, berarti jalan damai itu tidak terpenuhi," tegasnya.
Pihaknya memberikan apresiasi terhadap kinerja penyidik Polresta Mataram yang dengan cepat menetapkan Abdul Hamid sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan.
Kendati demikian, ia mendesak agar pihak kepolisian menahan tersangka. Kliennya merasa diteror karena sampai hari ini, eks suami siri tersebut kerap kali mengirim utusan untuk mendatangi selebgram Dwita Qorina.
Ditambahkan bahwa tidak hanya Polresta Mataram. Pihaknya juga telah melaporkan Kasus tersebut ke Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), tertanggal 1 Oktober 2024. Dalam laporannya, Ningrum meminta agar kasus tersebut dikawal hingga pengadilan.
"Laporan kami sudah di Follow Up dan tetap akan dikawal kasus ini. Artinya kasus ini sudah menjadi atensi khusus Komnas PPA," tandasnya.(RIN)
0 Komentar