![]() |
Frederic, warga negara asing (WNA) asal Kanada. |
Mataram (postkotantb.com)-Konflik rumah tangga dan hukum yang dialami Frederic, warga negara asing (WNA) asal Kanada kian membias. Frederic menyuarakan kekhawatiran besar terhadap kondisi putranya, berharap dapat memastikan sang anak tumbuh dengan pola asuh yang layak, mendapatkan pendidikan berkualitas, dan terbebas dari tekanan emosional.
Frederic merasa putranya tidak memiliki kebebasan untuk bersekolah dan memperoleh pendidikan yang setara dengan teman seumurannya, serta tidak mendapatkan pengasuh yang semestinya, sehingga anaknya tampak tertekan.
"Ketika anak saya bersama saya, saya pastikan dia mendapatkan pendidikan yang baik dengan guru-guru yang mengajarkan dia untuk sayang kepada bapak dan ibunya," ujar Frederic, Sabtu (28/06/2025).
Ia juga mengungkapkan telah membawa putranya ke psikolog untuk pendampingan dan trauma healing. Hasil konsultasi menunjukkan bahwa mental anaknya tidak baik dan membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk pemulihan.
Terkait sengketa hukum yang dihadapinya, Frederic berharap sistem hukum di Indonesia memberikan keadilan yang sama baginya sebagai WNA yang telah lama tinggal dan berinvestasi di Lombok. Ia menginginkan keadilan yang objektif tanpa memandang status kewarganegaraan.
Frederic juga meminta agar tidak ada lagi provokasi dari istrinya, Ema, yang dapat memberikan pandangan negatif tentang dirinya kepada anak. Ia telah berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Kanada di Jakarta, yang sangat responsif dan meminta agar proses persidangan dan kepolisian berjalan adil tanpa tekanan.
"Saya hanya mau semua selesai dengan damai dan saya bisa bertemu dengan anak saya kapan pun," ungkap Frederic, menunjukkan keinginannya untuk mencari solusi terbaik demi sang anak, meskipun harus tetap berkoordinasi dengan mantan istrinya dalam pengasuhan.
M. Syarifudin SH.,MH., selaku kuasa hukum Frederic menjelaskan bahwa saat ini, mereka menangani perkara dugaan senjata tajam di Polres Lombok Utara dan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), di mana kedua belah pihak saling melaporkan.
"Kasus KDRT sudah naik ke Tahap 2 dan sedang dalam proses restorative justice (RJ,red) selama 14 hari," terang Syarifudin. Jika mediasi gagal, kasus akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Mataram, dalam waktu seminggu.
Syarifudin menegaskan bahwa alat bukti telah dikumpulkan untuk membuktikan Frederic tidak pernah melakukan kekerasan yang dituduhkan. Ia juga menyoroti kerugian finansial dan psikis yang dialami kliennya.
Frederic mengalami kesulitan besar untuk bertemu anaknya, bahkan harus berkoordinasi dengan pihak sekolah hanya untuk 30 menit pertemuan sebelum anaknya dibawa kembali istri.
Secara materi, rekening restoran dan kepemilikan penginapan yang dibeli Frederic kini sepenuhnya dikuasai oleh istrinya, mengingat WNA tidak diperbolehkan memiliki tanah atas nama pribadi di Gili Air.
"Bahkan ada uang Rp300 juta yang seharusnya untuk kepentingan anak, tapi sampai saat ini dikuasai dan digunakan istrinya untuk kepentingan pribadi," tegas Syarifudin.
Syarifudin menambahkan bahwa mereka sempat memenangkan gugatan di tingkat Pengadilan Negeri, namun putusan tersebut dibatalkan di tingkat banding terkait status perkawinan.
"Terkait masalah anak adalah menjadi tanggung jawab mereka berdua," jelasnya.
Ia mengindikasikan bahwa Frederic dan Ema masih berstatus suami-istri sambil menunggu putusan kasasi. Akibatnya, harta yang ada masih menjadi tanggung jawab bersama.
Kasus ini menyoroti kompleksitas hukum bagi WNA yang berinvestasi dan berkeluarga di Indonesia, serta perjuangan seorang ayah demi hak asuh dan keadilan di tengah polemik rumah tangga yang belum usai.
Pewarta: Syafrin Salam/TIM.
0 Komentar