RUU KUHP Hukuman Mati Bagi Koruptor Di Bahas Di Sidang Komisi |
Mataram
(postkotantb.com)- Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masa’il Qonuniyyah atau
Perundang-undangan Zaini Rahman mengatakan, ada beberapa isu-isu krusial yang
menjadi perhatian khusus peserta bahtsul masa’il di dalam Rancangan
Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pertama, perluasan
pengertian asas legalitas. KUHP harus mengakomodir hukum-hukum yang ada di
masyarakat Indonesia.
“Baik
hukum adat maupun agama di luar pasal-pasal yang ditetapkan KUHP,” katanya di
sela-sela memimpin sidang komisi di Pesantren Darul Falah Mataram, Jum’at
(24/11).
Kedua,
peran pihak keluarga korban dalam mempengaruhi putusan hakim. Zaini menuturkan,
pihak keluarga korban memiliki dua hak yaitu hak restorasi atau pemulihan
korban dan hak pemaafan. Di dalam Islam ada istilah hudud yang diberikan kepada
korban. Ini menjadi pengadilan yang bersifat memulihkan atau restoratif bagi
korban.
“Misalnya
di situ ada penyelesaian secara kekeluargaan dalam bentuk ganti rugi dan
sebagainya,” jelasnya.
Ketiga,
perluasan delik perzinahan. Selama ini, KUHP memberlakukan delik perzinahan
manakala pelakunya sudah berkeluarga. Sedangkan, orang yang belum menikah dan
melakukan perzinahan atas dasar suka sama suka, maka tidak terkena delik ini.
“Di
sini diperluas. Orang yang tidak menikah pun kalau dia melakukan pernikahan di
luar pernikahan maka masuk ke dalam kategori zina,” urainya.
Keempat,
penodaan agama. Ia menyebutkan, agar proses hukumnya lebih terukur baik secara
pembuktian ataupun delik maka istilah penistaan agama bisa diganti dengan
penghinaan agama.
Adapun
untuk hukuman mati, Zaini menjelaskan, sejak dulu Nahdlatul Ulama (NU)
mendukung hukuman mati sebagai hukuman maksimal, bukan mutlak. Hukuman maksimal
tidak jadi dilaksanakan ketika ada pertimbangan-pertimbangan Hak Asasi Manusia.
“Tetapi
sebagai hukuman maksimal tidak boleh dihapus,” tegasnya.
Menurut
dia, seseorang bisa dikenakan hukuman maksimal mati apabila kejahatan yang
dilakukan sudah menimbulkan dampak kerusakan yang masif dan terstruktur seperti
narkoba yang merjalela dan koruptor yang menimbulkan dampak luar biasa besar.
Hasil
sidang komisi ini akan disahkan di dalam sidang pleno yang akan diselenggarakan
esok hari. Saat ini, RUU KUHP menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2018.(RZ)
0 Komentar