Mataram (postkotantb.com)- Sebagai salah satu upaya percepatan
Program Prioritas Nasional Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), saat
ini Kantor Staf Presiden bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Hidup (KLHK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasioanal
(ATR / BPN), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
menyelenggarakan “Pra-Rembuk Nasional Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial
untuk Keadilan Sosial” di 9 (Sembilan) Provinsi Prioritas untuk memastikan
penyelesaian usulan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial
dari masyarakat dan mitra pembangunan, sebagai persiapan Rembuk Nasional
Reforma Agraria dan Pehutanan Sosial Untuk Keadilan Sosial.
Provinsi
Nusa Tenggara Barat dalam hal ini menyatakan dukungan dan kesiapan kolaborasi
untuk percepatan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. “Bentuk komitmen ini
berupa pembentukan Gugus Tugas Reforma Agaria yang telah disampaikan kepada
Bapak Gubernur” ungkap Dr. H. Agus Patria, SH. MH. Asisten Pemerintahan dan
Kesra Setda Prov. NTB pada Pra Rembuk Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial di
Ruang Rapat Utama Gubernur Nusa Tenggara Barat, Selasa 10 April 2018.
Gubernur NTB
juga telah membentuk Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah
dalam Kawasan Hutan dengan SK Gubernur untuk mempercepat penyelesaian kawasan
hutan yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan pemberian Izin dengan skema
Perhutanan Sosial atau pemberian Hak (Reforma Agraria) kepada
masyarakat; “Dengan kolaborasi pusat, daerah dan masyarakat ini
diharapkan bisa mendorong masyarakat agar semakin aktif mengusulkan RA
atau PS dan model pemberdayaanya untuk ditindaklanjuti ATR/BPN, KLHK dan
Kemendes yang telah hadir bersama kita disini” kata Agung Hardjono, Tenaga Ahli
Utama Kantor Staf Presiden dalam pembukaan dan pemberian arahan dalam
Pra-rembuk.
Pra Rembuk
ini dipandu oleh Abetnego Tarigan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden
dihadiri oleh Kementerian ATR/BPN diwakili oleh Reny Widiawati, Sesditjen
Penataan Agraria, Eri Indrawan dan Sigit Nugroho mewakili Ditjen
Planologi dan PSKL Kementerian Lilngkungan Hidup dan Kehutanan, Suprapedi dan
Dudi Nugraha mewakilil Kementerian Desa PDDT, OPD Provinsi, kelompok mitra
pembangunan antara lain perwakilan Serikat Petani Indonesia, Samanta, Konsepso,
Koslata, Gema Alam, Mitra Samya, Transform, WALHI, WWF, Serikat Tani dan Forum
Komunikasi Petani Dompu.
Secara
khusus Wakil Sekjend PBNU Imam Pitudu menyampaikan bahwa jajaran NU Pusat dan
Daerah siap mendukung bahkan menjadi ujung tombak percepatan Program Prioritas
Presiden Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. “Hukum menghidupkan tanah yang
mati adalah wajib. Fiqih-nya wajib dikelola tanpa atau dengan izin pemerintah.
Dengan adanya Program RAPS ini maka pemerintah sudah menjalankan fiqih” kata
Imam.
Menurut penjelasan Kepala Dinas Lingkungan Hidup NTB, Ir. Madani Mukarrom, saat
ini capaian Perhutanan Sosial yang telah diserahkan kepada masyarakat meliputi
Hutan Kemasyarakatan (HKm) : Penetapan Areal Kerja (PAK) HKm di NTB seluas
31.220,50 Ha, IUPHKm : 20.049,6 Ha, Penetapan Areal Kerja (PAK) HTR: 4.396 Ha,
IUPHHK- HTR: 3.152,88 Ha, Kemitraan Kehutanan/KK 11.604 Ha dan MoU KK
seluas 3.821 Ha. Sebelumnya tanggal 27 Oktober 2017, Presiden Joko Widodo telah
menyerahkan 5750 Sertifikat Tanah bagi masyarakat NTB.
Pra Rembuk ini mengindentifikasi bahwa masih ada beberapa daerah yang sudah
dikelola masyarakat selama puluhan tahun namun berstatus dalam kawasan hutan.
Untuk itu diperlukan percepatan pelaksanaan Perpres 88/2017 tentang
Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTHK) melalui Tim
Inver yang telah dibentuk oleh Gubernur, kolaborasi dengan Akademisi, dan
masyarakat sipil. Perwakilan masyarakat dan mitra pembangunan yang hadir
diminta agar menyampaikan data subjek dan objek dalam kawasan kepada Tim Inver
untuk ditindaklanjuti dan diproses melalui mekanisme PPTHK. Penyampaian usulan
usulan TORA dalam waktu dekat disampaikan kepada Gugus Tugas Reforma Agraria
NTB yang akan disahkan oleh Gubernur, simultan dapat disampaikan LAPOR! (lapor.go.id) untuk diteruskan dan dikawal
kepada Kementerian teknis terkait.
Sebagai penutup,
Abetnego Tarigan menyampaikan bahwa akselerasi Reforma Agraria dan Perhutanan
Sosial harus berbarengan dengan penyelesaian Konflik Agraria. “jangan sampai
banyak sertifikat yang dibagi oleh Presiden tapi semakin banyak juga konflik
yang terjadi. Kami mengawal akselerasi RAPS simultan dengan penyelesaian
konflik” kata Abetnego. (Eka)
0 Komentar