Breaking News

Bupati KLU Buka Pelatihan Peningkatan Kapasitas MKD


Lombok Barat (postkotantb.com)- Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP2KBPMD) menggelar pelatihan peningkatan kapasitas tahap II bagi Pengurus Majelis Krama Desa (MKD) Se-KLU dalam rangka meningkatkan pemahaman mereka terkait penyelesaian sengketa berbasis masyarakat, di hotel Puri Saron, Lombok Barat, Kamis (31/10).

Kegiatan pelatihan dilaksanakan selama 4 hari ini diikuti oleh Pemdes dan MKD Se-KLU dengan menghadirkan narasumber dari Polres Lombok Utara Iptu Antonius Dopi, Budayawan Kamardi, SH, Akademisi H. Safwan, SH, MH dan Sulistiono dari LSM Koslata.

Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH dalam sambutannya mengatakan, pembentukan MKD pada awalnya dihajatkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di Desa. Keberadaan MKD diharapkan dapat mengakomodasi penyelesaian permasalahan dengan pendekatan hukum adat berlandaskan norma budaya dan nilai-nilai kearifan lokal yang bestari di masyarakat. Jalan keluar masalah yang terjadi di masyarakat dapat diselesaikan di "Berugak", sehingga tidak terlalu banyak masalah masyarakat yang masuk ke ranah kepolisian. 

"Alhamdulillah Lombok Utara merupakan kabupaten dengan angka kriminalitas paling rendah di NTB. Ini satu hal yang menjadi keunggulan kita," tegas Doktor Hukum lulusan Unibraw Malang tersebut.

Orang nomor satu di KLU ini mengatakan, masalah yang diselesaikan melalui pengadilan memang akan tuntas, tetapi pengadilan dalam menjalankan kepastian hukum mengedepankan hitam putih. 

"Kita berharap penyelesaian masalah masyarakat dapat diselesaikan oleh MKD. Jika tidak bisa diselesaikan barulah kita bawah ke ranah hukum," cetusnya.

Menurut Najmul, dalam konteks upaya penyelesaian masalah perspektif hukum adat-lah keberadaan MKD menjadi penting di setiap Desa. Bahwa peran MKD menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat berdasarkan tiga perspektif yaitu berdasarkan hukum agama, hukum adat dan hukum pemerintah. Pasalnya, tidak jarang masalah yang diselesaikan secara adat lebih berhasil daripada pendekatan formal. 

Dicontohkannya, pemeliharaan hutan di Bayan. Jika ada oknum yang menebang pohon di tengah hutan, meski satu pohon saja maka sang oknum didenda dengan sanksi hukum adat. Efeknya terasa jauh lebih berat ketimbang sanksi hukum formal. Akibat lanjutan apabila tidak bisa diselesaikan dengan sanksi adat, maka si oknum dijatuhi disanksi sosial yaitu diusir dari kampung tersebut.

"Ini cukup berat tetapi dampak dan efek jeranya baik di masyarakat, sehingga hutan adat kita yang di Bayan, Semokan masih utuh, berbeda dengan tempat lain," tandas Sekjen Apkasi ini.

Kelebihan lain hukum adat terkait dengan pelestarian hutan adalah ketika seseorang hendak masuk hutan dengan membawa tali atau parang pun tidak dibolehkan atau "pamali" karena disinyalir alat tersebut digunakan untuk merusak hutan. Itulah nilai-nilai bestari kearifan lokal yang sangat ditaati oleh masyarakat Bayan sehingga harapan dan tujuan hutan tetap lestari bisa tercapai hingga saat ini. Bupati lantas berpesan agar masyarakat tetap menjaga tatanan sosial itu dengan adat dan agama, bahkan terkadang lebih efektif jika dibandingkan menjaga hutan dengan undang-undang.

"Maka, mari kita jaga MKD ini dengan nilai-nilai lokal, karena tidak semua kabupaten/kota memiliki MKD. Mungkin hanya kita di KLU saja yang baru memiliki lembaga yang berbasis ke-adat-an dalam rangka menjaga nilai kerarifan lokal yang ada," ajak bupati mengakhiri sambutan.

Semantara itu, Sekretaris DP2KBPMD KLU H. Suhardi, S.KM memaparkan, MKD merupakan salah satu kewenangan lokal berskala desa. Melalui Peraturan Bupati Lombok Utara Nomor 20 tahun 2017 tentang MKD mengamanatkan agar di desa dibentuk lembaga atau majelis krama desa yang mempunyai tugas dan fungsi untuk membina kerukunan masyarakat desa, memelihara perdamaian dan menangani sengketa yang ada di desa serta membantu pemerintah dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa di wilayah kerja masing-masing.

Ditambahkannya, pembentukan MKD di 33 desa telah dilaksanakan secara bertahap sejak peraturan tersebut ditetapkan. Pada 2017 terbentuk 15 MKD sedangkan pada 2018 terbentuk 28 MKD. Pengukuhannya digelar pada tanggal 1 Januari 2018 oleh Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.

"Keberadan MKD juga mendapat apresiasi dari Kajari Mataram dan beberapa Kabupaten/Kota yang dinaungi, KLU paling sedikit kasus yang masuk sampai ke ranah pengadilan. Hal ini membuat Kejari Mataram penasaran sehingga pada Juni 2018 beliau melakukan simulasi penyelesaian masalah di lapangan yaitu di Desa Bentek, ditemukan cara penyelesaian masalah oleh MKD," paparnya.

Keharusan adanya MKD tercantum dalam rancangan RPJMD tahun 2016-2021, yaitu menumbuh kembangkan strategi dan arah strategis terintegrasi dengan nilai luhur budaya yang ada di masyarakat. (sta/Eka)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close