Breaking News

Waduh, Mantan Kades Senteluk Dipolisikan

Mantan Kades
Ilustrasi dugaan Pungli Pemerintah Desa.

Mataram (postkotantb.com) - Aliansi Pemuda Peduli Pariwisata (APPP) NTB mendatangi Polda NTB. Tujuan kedatangan aliansi yang yang beranggotakan para pemuda pemerhati dunia pariwisata ini untuk menyampaikan laporan ke Dirreskrimsus Polda NTB.

Perihal dugaan praktik pungutan liar (Pungli) yang dilakukan mantan kepala Desa (Kades) Senteluk di atas roy pantai Tanjung Bias. "Hari ini kami sampaikan laporan pengaduan ke Dirreskrimsus Polda NTB," ungkap Koordinator APPP NTB, Joe, Jumat (07/09).

Laporan tersebut, kata Joe, merupakan bentuk keprihatinan para pemuda terhadap kondisi di kawasan pariwisata Senggigi. Pasalnya, dugaan praktik pungli tersebut sudah berlangsung sejak 2018.

Pungutan itu diduga diambil melalui BUMDes, dari persentase keseluruhan total nilai sewa menyewa roy pantai untuk bangunan lapak semi permanen, serta transaksi jual beli lapak di atas roy pantai Tanjung Bias.

"Yang mereka lakukan tanpa mengantongi izin resmi instansi pemerintah Lombok Barat, dalam hal ini, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Mereka hanya mengandalkan peraturan desa dan surat keterangan desa yang mengatasnamakan Pemerintah  daerah," sesalnya.

Perlapaknya, Pemerintah Desa Senteluk dipatok mulai 20 persen hingga 25 persen. "Dugaan kami ini dikuatkan dengan hasil wawancara bersama para pedagang yang sudah lama mendirikan lapak di atas roy pantai Tanjung Bias," beber Joe.

Belum lagi adanya pungutan perbulan. Sebelum Covid 19 tahun 2020, Pemerintah Desa yang saat itu masih dipimpin mantan kades, diduga menarik setoran melalui BUMDes ke masing-masing pemilik lapak dengan nilai cukup fantastis. Mulai Rp. 500 ribu, hingga Rp. 1 juta per bulannya.

"Pasca Pandemi pun, penarikan iuran bulanan masih berlangsung, dan sekarang nilainya mulai dari Rp 150 ribu sampai Rp. 300 ribu. Itu semua tidak pernah disetorkan ke daerah, sebagai bagian dari PAD," rincinya.

Sebaliknya ia mengaku heran terhadap pengawasan dari pemerintah kabupaten Lombok Barat yang kendor terhadap adanya praktik-praktik tersebut.

Ia berharap, laporan APPP NTB ke pihak kepolisian, dapat menjadi landasan agar pemerintah daerah melalui instansi terkait, kembali menertibkan roy pantai Tanjung Bias, dan juga sepanjang kawasan wisata Senggigi.

"Roy pantai bukan dikhususkan untuk pedagang atau nelayan, akan tetapi untuk publik. Jangan sampai diabaikan, sebab akan menjadi ladang kekayaan oleh oknum-oknum yang hanya memperkaya diri sendiri dan kelompoknya," kesalnya.

"Tapi kalau dibiarkan terus menerus, investor nggak mau tanam modal di kawasan Senggigi. View pantai dan Sunset itu memiliki nilai bisnis untuk investor, kalau dipadati lapak semi permanen atau ditumpuki puluhan sampan kan merusak panorama dan investor bakalan hengkang. Siapa yang kalau buka daerah itu sendiri," tandasnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close