Breaking News

Penetapan Haji Masrah sebagai Tersangka Dinilai Janggal, Kuasa Hukum Layangkan PP

Kasus Haji Masrah Lombok Tengah
(kanan) Tim Kuasa Hukum Haji Masrah alias Amaq Nas.


Lombok Tengah (postkotantb.com) - Haji Masrah alias Amaq Nas akhirnya mengajukan permohonan pra peradilan (PP). Permohonan PP dilayangkan pasca dirinya ditetapkan Satreskrim Polres Lombok Tengah, sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemalsuan.

Permohonan PP dilayangkan melalui kuasa hukumnya, Fathul Khairul Anam, S.H., M.H & Partners, terdaftar di Pengadilan Negeri Praya dengan tujuan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka tersebut.

Dalam berkas permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Praya, tim kuasa hukum Pemohon mengungkapkan sejumlah kejanggalan dan ketidaksesuaian dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Lombok Tengah.

Fathul Khairul Anam, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Haji Masrah menilai, penetapan tersangka terhadap kliennya terindikasi melanggar prosedur hukum yang berlaku.

"Kami menemukan sejumlah fakta yang menunjukkan adanya ketidakjelasan dan cacat formil dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh termohon dalam hal ini, Kapolri Cq. Kapolda NTB Cq. Kapolres Lombok Tengah," ujar Fathul Khairul Anam dalam berkas permohonannya, Rabu (16/04/2023).

Disebutkan bahwa salah satu poin krusial yang diangkat oleh tim kuasa hukum adalah adanya ketidakjelasan dasar Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Mereka menemukan dua nomor dan bulan yang berbeda dalam dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh Termohon.

Pada Surat Panggilan Tersangka pertama tertanggal 13 Januari 2025, tercantum nomor Sprindik SP. Sidik/15.a/III/RES.1.9/2025/Reskrim. Sementara pada Surat Ketetapan Tersangka dengan tanggal yang sama, nomor Sprindik yang tertera adalah SP.Sidik/15.a/I/RES.1.9/2025/Reskrim.

"Ketidakjelasan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai landasan hukum yang sebenarnya digunakan oleh penyidik, dalam menetapkan Haji Masrah sebagai tersangka. Kami meragukan keabsahan penyidikan yang mendasari penetapan tersangka ini," timpalnya.

Selain itu, tim kuasa hukum juga menyoroti ketidakjelasan dasar laporan polisi sebagai pijakan penyidikan. Pihaknya mempertanyakan apakah penyidikan ini didasarkan pada laporan pengaduan dari saudara Makmun pada tanggal 11 November 2023, atau Laporan Polisi Nomor: LP/ B/ 348/ XII/ 2024/ SPKT/ Polres Lombok Tengah/ Polda NTB tertanggal 30 Desember 2024.

Di mana keduanya dicantumkan dalam surat panggilan tersangka dan ketetapan tersangka. Poin penting lainnya terkait dugaan penyitaan barang bukti berupa surat keterangan jual beli tertanggal 14 Juli 1980 milik Pemohon yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah.

Kuasa hukum Pemohon menyatakan bahwa Termohon tidak pernah mengeluarkan surat perintah penyitaan maupun membuat berita acara penyitaan atas barang bukti tersebut.

"Menurut hukum acara pidana, penyitaan harus dilakukan berdasarkan surat perintah dan dibuatkan berita acara. Fakta bahwa klien kami menyerahkan surat tersebut atas permintaan penyidik tidak serta merta melegalkan tindakan penyitaan yang tidak sesuai prosedur," jelas Fathul Khairul Anam.

Kuasa hukum Haji Masrah lainnya, Ahmad Mujaddid Islam mengaku, pihaknya meragukan terpenuhinya dua alat bukti yang sah untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka. Karena berpendapat bahwa penetapan tersangka hanya didasarkan pada keterangan pelapor, satu keterangan ahli hukum, dan satu dokumen.

Ini tanpa adanya saksi fakta yang mendukung dan tanpa didahului uji forensik terhadap dokumen dan tanda tangan dalam surat yang dipermasalahkan.

"Jika yang dipermasalahkan adalah keaslian tanda tangan, seharusnya penyidik melakukan uji forensik. Tanpa adanya uji forensik, bagaimana mungkin Termohon dapat menyimpulkan bahwa surat tersebut palsu? Klien kami merasa penetapan tersangka ini dipaksakan tanpa adanya bukti yang kuat dan valid," tegasnya.

Dalam petitum permohonannya, tim kuasa hukum Haji Masrah meminta Majelis Hakim PN Praya untuk menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan dan penetapan tersangka adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pihaknya juga meminta pemulihan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya, serta menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.

Upaya PP ini, tegas dia, semata-mata bertujuan untuk mencari kebenaran hukum dan sebagai bentuk pengawasan horizontal terhadap tindakan aparat penegak hukum agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Kami berharap Yang Mulia Hakim dapat menegakkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi klien kami. Forum praperadilan ini adalah mekanisme yang transparan dan akuntabel untuk menguji keabsahan tindakan penyidik," harapnya.

Sidang PP diharapkan akan menjadi babak baru dalam penanganan kasus dugaan pemalsuan ini, dengan menyoroti pentingnya penegakan hukum yang sesuai dengan prosedur dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

"Masyarakat menantikan putusan PN Praya yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat," tandasnya.(TIM/RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close