Terjerat Kasus KDRT, Adhitya Dituntut Uang Damai Rp.150 Juta?
Mataram (postkotantb.com)- Adhitya Pratama harus menelan pil pahit. Saat ini ia menyandang status tersangka akibat dilaporkan istrinya, Gita Pranata, atas kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Diwawancarai, Jumat (02/05/2025), Mahpi selaku bapak Adhitya, menyesalkan sikap istrinya yang begitu tega menggeret persoalan rumah tangga ke ranah pidana.
"Kami sangat menyesalkan sikap istri yang begitu saja melaporkan anak kami sampai dijadikan tersangka sama polisi," sesalnya.
Kata Marphi, kasus ini dipicu sikap istri yang kerap melibatkan orang tuanya dalam urusan rumah tangga. Adhitya lalu menegur istrinya Gita, untuk tidak lagi mengadu ke orang tua sekecil apapun permasalahan rumah. Teguran itu berujung cekcok antara keduanya.
"Ini berawal anaknya jatuh terus nangis. Istrinya Gita mau melaporkan kejadian itu ke kedua orang tuanya. Aditia nggak senang, setiap ada masalah tetap ada bapaknya dan ibunya. Tapi Gita ngotot," ulasnya.
Sehari setelahnya, Gita kembali mengancam untuk melaporkan kejadian anaknya ke orang tua. Aditia dengan reflek, dan posisi membelakangi istri, menepiskan tangannya ke arah belakang sebanyak dua kali.
Gerakan tangannya itu tanpa sengaja mengenai dahi istri dan muncul darah. Aditia lalu bergegas menuju rumah untuk mengambil biaya pengobatan di Puskesmas Meninting. "Pas itu, istrinya ditinggal di Puskesmas," imbuhnya.
Sepulangnya dari Puskesmas, Aditia bersama keluarga tidak mengetahui bahwa Gita bersama anaknya sudah pulang ke rumah orang tuanya.
Syarat Uang Damai
Maknah selaku ibu kandung Adhitya mengaku telah beberapa kali berupaya mendatangi ke rumah Gita dengan tujuan meminta maaf. Sayang, pintu selalu tertutup. Komunikasi kedua belah pihak hanya melalui Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi.
"Kami dimediasi sama pak Joko yang saya kira adalah pengacaranya. Tapi tidak pernah bertemu dengan Gita dan keluarganya. Nomor kita juga banyak diblokir," beber Maknah.
Proses mediasi berjalan beberapa kali, karena pihak Gita melemparkan tiga syarat jika laporannya dicabut. Proses mediasi pertama, Gita meminta agar rumah yang ditempati sertifikat diubah atas nama anak dan itu disanggupi.
Syarat itu berubah, Gita lantas meminta agar rumah itu dijual. Hasil penjualannya dibagi dua, syarat itu pun disetujui. Kemudian berubah lagi, Gita meminta uang kes sebesar Rp. 150 juta.
"Itu yang tidak disanggupi, sempat kita minta turun Rp. 100 juta, karena nilainya terlalu tinggi, tapi dijawab pak Joko, kalau keluarga Gita mau. Aditia lantas minta dilanjut saja," timpalnya.
Kuasa Hukum Adhitya, Nurdin Dino, SH., MH., menilai, permintaan sejumlah uang yang disampaikan pihak keluarga Gita melalui Joko Jumadil sangat tidak wajar. Terlebih kliennya dan Gita hingga saat ini belum bercerai dan masih berstatus suami istri. Sehingga diduga kuat keluarga Gita memiliki niat untuk memeras.
"Menurut saya ini sudah masuk indikasi pemerasan. Pihak keluarga mensyaratkan jual rumah, terus minta uang, padahal mereka berdua masih status suami istri," sesalnya.
LPA Bantah Ada Uang Damai
Terpisah, Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, SH., MH., mengaku bukanlah penasehat/kuasa hukum dari pihak Gita, melainkan diminta sebagai pihak yang menengahi perseteruan antara kedua belah pihak. Itu pun karena pengacara dari keduanya merupakan anggota lembaga tersebut.
"Mereka ini kebetulan dari LPA, begitu juga pengacara dari Adhitya itu pengacara LPA, yaitu Genta. Jadi posisi saya mencoba untuk mencarikan titik temu. Saya sampaikan ke Adhitya, dia berpotensi ditahan. Jadi saya berusaha untuk mencarikan titik temu," terangnya.
Begitu juga dengan uang Rp. 150 juta yang diklaim sebagai syarat untuk mencabut laporan pidana Aditia, itu keliru. Uang tersebut adalah harta gono gini, karena rumah yang ditempati diperoleh secara bersama-sama, untuk mempermudah proses cerai. Sehingga terpisah dengan kasus dugaan Tindak pidana KDRT.
"Pihak perempuan meminta Rp 150 juta, nilai dari setengah harga rumah. Kalau rumahnya dikembalikan ke pihak laki, terserah mau diapakan. Nilai itu masih sebatas tawaran. Tapi pihak Adhitya minta dilanjut kasusnya, tanpa proses tawar menawar," bebernya.
"Ini supaya proses perceraian tidak berlama-lama, kalau memang mau cerai. Intinya itu terkait harta Gono gini, bukan pokok perkara pidana," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa telah beberapa kali mengupayakan mediasi, namun tidak menemukan titik temu disebabkan keluarga kedua belah pihak sama-sama bersikukuh. Dia lantas mengembalikan urusan tersebut ke masing-masing pihak.(RIN)
0 Komentar