Breaking News

Miq Sajim: Menentukan Kebutuhan Pegawai, Dasarnya Harus Analisa Beban Kerja Bukan Main Kira Kira

 

Miq Sajim: Menentukan Kebutuhan Pegawai, Dasarnya Harus Analisa Beban Kerja Bukan Main Kira Kira
Doktor H Lalu Sajim Sastrawan.SH.MH Pakar Hukum Tata negara. Foto Istimewa/postkotantb.com



Laporan Aminuddin Lombok Barat wartawan postkotantb.com

Lombok Barat, (postkotantb.com)— Pakar hukum tata negara asal Lombok Barat, H. Lalu Sajim Sastrawan yang karib disapa Miq Sajim angkat suara terkait polemik data kebutuhan pegawai di Kabupaten Lombok Barat. Ia meminta agar Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Inspektorat segera menyatukan persepsi dan data kebutuhan pegawai, serta menghitungnya berdasarkan analisa beban kerja (ABK), bukan berdasarkan hitungan tebak-tebakan atau rekaan semata.

Pernyataan di atas disampaikan bukan tanpa dasar. Dalam beberapa pekan terakhir, ia mengikuti berbagai penjelasan dan pernyataan dari Kepala BKD dan Inspektur Inspektorat Kabupaten Lombok Barat yang justru menunjukkan adanya perbedaan data dan hasil analisa terkait kebutuhan pegawai daerah. Kondisi ini, sebutnya, seharusnya tidak perlu terjadi, pasalnya dapat menimbulkan kebingungan dan berpengaruh langsung terhadap arah kebijakan kepala daerah. Tuturnya

“BKD dan Inspektorat harus satu persepsi dalam menentukan kebutuhan pegawai. Tidak boleh berdasarkan tebak-tebakan, tapi harus dengan analisa beban kerja yang objektif, terukur, dan berbasis data riil. Karena dari sanalah dasar kebijakan Bupati dan Wakil Bupati diambil,” tegas Miq Sajim.

Ia menambahkan, jika kebutuhan pegawai dihitung berdasarkan analisa beban kerja (ABK), maka hasilnya akan lebih tepat, rasional, dan terukur. Ia mencontohkan, BKD Lombok Barat beberapa waktu lalu menyebut kebutuhan pegawai sebanyak 9.600 orang, sedangkan jumlah pegawai yang ada, baik ASN maupun non-ASN, sekitar 8.125 orang. Artinya, terdapat selisih kebutuhan sekitar 1.475 pegawai.

Namun, kata Miq Sajim, angka tersebut masih perlu diuji dasar analisisnya. Ia mempertanyakan, apakah perhitungan itu sudah didasarkan pada beban kerja nyata pada setiap OPD, atau sekadar perkiraan administratif semata. Tukasnya kepada postkotantb.com di kediamannya Jumat sore (31/10/2025).

“Dasarnya apa kita bisa sampai kekurangan pegawai sebanyak itu? Pernahkah dilakukan analisa beban kerja yang sesungguhnya? Kalau sudah, kan seharusnya ada rincian berapa sebenarnya kebutuhan per OPD berdasarkan beban kerja yang ada,” Ujarnya.

Ketua Dewas pada Rumah Sakit Tripat Gerung ini menerangkan, berdasarkan ketentuan umum dalam sistem kepegawaian, satu pegawai memiliki beban kerja sekitar 37,5 jam per minggu. Jika angka ini dikalkulasikan dengan jenis dan volume pekerjaan di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD), maka diketahui dengan jelas berapa sebenarnya kebutuhan pegawai di Lombok Barat — baik dari sisi jumlah, kompetensi, maupun distribusi antarunit kerja. Terangnya

“kita pastikan dulu beban kerja per OPD dan dijadikan pembanding dengan jumlah pegawai yang ada, maka kita bisa menentukan secara jelas berapa yang kurang dan dibutuhkan. Jadi tidak perlu menebak-nebak apalagi menyebut angka besar tanpa dasar yang jelas,” urainya lagi.

Ditegaskan Miq Sajim, bahwa ketidakselarasan data antara BKD dan Inspektorat bisa berdampak serius terhadap proses pengambilan kebijakan. Karena, data dan analisa dari dua OPD tersebut menjadi rujukan utama bupati dan wakil bupati Lombok Barat dalam menetapkan langkah strategis, termasuk penataan tenaga honorer yang saat ini sedang ramai diperbincangkan pasca kebijakan perumahan pegawai non ASN. Tegasnya

“Kalau datanya tidak akurat dan persepsinya berbeda, maka dasar kebijakan yang diambil juga bisa salah arah. Padahal hasil kerja BKD dan Inspektorat itu menjadi acuan Bupati dan Wakil Bupati dalam mengambil keputusan. Karena itu harus akurat, objektif, dan berbasis kajian,” tandasnya.

Selain menyoroti aspek teknis perencanaan pegawai, Miq Sajim juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang visioner dan cerdas di kalangan kepala OPD. Menurutnya, kepala OPD harus mampu menerjemahkan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat, yakni “Sejahtera dari Desa”, ke dalam kebijakan operasional yang konkret dan sesuai arah pembangunan daerah.

“Kepala OPD harus visioner dan cerdas. Mereka tidak boleh bekerja hanya untuk menyenangkan atasan atau menjaga jabatan. Tapi harus punya kemampuan analitis, agar kebijakan yang dijalankan benar-benar berpihak pada rakyat dan selaras dengan visi misi daerah,” ucapnya.

Miq Sajim mengingatkan bahwa reformasi birokrasi dan manajemen ASN yang efektif harus berangkat dari data yang valid dan analisa ilmiah, bukan dari kepentingan sektoral atau perkiraan semata. Hanya dengan cara itu, kata dia, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat bisa mewujudkan efisiensi birokrasi, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan aparatur serta masyarakat.

“Kita tidak bisa bicara efisiensi jika datanya saja belum efisien. Analisa beban kerja itu mutlak dilakukan agar penataan pegawai kita adil, transparan, dan akuntabel,” Tegas Miq Sajim (Babe)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close