Lombok Timur (postkotantb.com) -
Musim hujan belum lagi tiba, sementara kemarau yang cukup panjang sudah
berdampak pada kekeringan dan krisis air bersih di sejumlah wilayah di Pulau
Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Seperti juga di kawasan Selatan di
wilayah Kabupaten Lombok Timur, yang kerap mengalami kekeringan dari tahun ke
tahun saat kemarau panjang melanda.
Kondisi yang sudah berulang-ulang
terjadi ini seharusnya bisa dicarikan solusi jangka panjangnya, dan bukan
sekadar solusi sesaat.
"Selama ini kan pendekatan
(penyelesaian kekeringan) yang dilakukan lebih banyak ke pendistribusian air ke
masyarakat. Padahal yang dibutuhkan itu adanya solusi jangka panjang, agar
masalah kekeringan tidak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya," kata
Caleg DPRD Lombok Timur nomor urut 9 Partai Nasdem, Saparwadi, Minggu
(28/10) di Lombok Timur.
Saparwadi yang nyaleg mewakili dapil
2, Kecamatan Sakra, Sakra Timur, Sakra Barat, Keruak dan Jerowaru, itu
mengatakan, pendistribusian air bagi masyarakat terdampak kekeringan memang
diperlukan untuk masa tanggap darurat. Namun, tanpa ada upaya memikirkan solusi
jangka panjang, maka hal itu hanya akan menjadi rutinitas yang terulang kembali
di saat kemarau datang di tahun selanjutnya.
Menurutnya, pada masa kejayaan
tanaman padi Gogo Rancah (Gora) yang pernah melejitkan nama daerah Lombok dan
NTB secara umum beberapa dekade silam, bisa menjadi pelajaran berharga untuk
menghadapi kekeringan.
"Dulu itu siapa yang menyangka
Lombok bakal menjadi lumbung pangan?. Semua kan bermula dari semangat Gogo
Rancah, menanam padi di lahan kering/ tadah hujan yang kemudian berhasil.
Harusnya ini menjadi satu pembelajaran bagaimana pendahulu kita mampu bertahan
bahkan berinovasi di tengah ancaman kekeringan," tukasnya.
Hanya saja, kata dia, Gogo Rancah
atau Gora saat ini hanya menjadi sekadar slogan dan jargon untuk daerah semata,
sebagai Bumi Gora. Sementara praktik budidaya Gora sendiri sudah banyak
ditinggalkan lantaran banyak kemanjaan dengan pengairan irigasi buatan.
Saparwadi mengatakan, masyarakat di
kawasan yang menjadi langganan kekeringan harus mulai dibangkitkan kembali
semangatnya untuk mengulang kejayaan masa lalu Gora itu.
Selain itu, perlu banyak penelitian
dan ujicoba menanam komoditas lain yang memang tahan kemarau dan mampu
berproduksi di lahan kering.
"Jika saya dipercaya rakyat
nantinya, Insha Allah ini akan saya lakukan, yakni menggaungkan kembali
kejayaan Gora ini," katanya.
Menurut dia, di beberapa daerah yang
juga langganan kekeringan di Indonesia ada juga yang ternyata mampu memproduksi
komiditas pertanian, buah-buahan dan lain sebagainya.
Hal ini juga tentu bisa dilakukan di
NTB, sepanjang banyak pihak mau peduli, terutama Pemerintah Daerah.
Tehnologi Pertanian Tepat Guna
Sementara untuk jangka panjang
mengatasi kekeringan, Saparwadi mengatakan, penelitian dan peranan teknologi
tepat guna sangat dibutuhkan.
Pembuatan sumur bor atau pun
teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar bersih juga patut
diperhitungkan.
Ia mengakui, cost pengeluaran untuk
biaya penelitian dan pengadaan teknologi serupa itu tentu cukup mahal dan akan
menyedot keuangan Pemda.
Namun, jika dibanding dengan benefit
jangka panjangnya, tentu hal itu lebih baik daripada harus mengeluarkan cost
tiap tahun untuk mendroping kebutuhan air masyarakat.
"Selain itu, ini juga menjadi tantangan bagi anak-anak muda, para
mahasiswa kita di Lombok untuk peduli memikirkan solusi masalah kekeringan ini.
Mereka bisa memulai mengajukan penelitian-penelitian untuk ini, karena
gagasan-gagasan baru biasa muncul dari kaum muda ini," katanya. (Eka)
0 Komentar