![]() |
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rachman Sahnan |
Lombok Barat (postkotantb.com)-Sejumlah lembaga perwakilan Lembaga Internasional seperti WHO, Uni Cef, perguruan perguruan tinggi ternama Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada dan dari Kementerian Kesehatan, serta dari Puslitbang kesehatan mengunjungi Lombok Barat guna melihat praktik yang dilakukan oleh Pemkab Lobar dalam menangani Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria pada saat terjadi bencana.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rachman Sahnan Putra menjelaskan, pada sekitar 5 Agustus tahun 2018, Lobar telah diporak porandakan dengan bencana gempa. Kondisi tersebut semua diluar prediksi kita semua. Awalnya, Lobar ditargetkan 2019-2020 sudah menjadi Kabupaten yang eliminasi malaria. Namun karena hanya rencana manusia, namun Allah berkehendak lain.
Pada saat gempa, ditemukan kasus kasus malaria yang di luar estimasi. Saat gempa, dimana penduduk tinggal di luar rumah dan menempati tenda tenda. Dampak tersebut dirasa mengakibatkan penularan malaria itu menjadi sangat cepat dan signifikan.
"Awalnya hanya ditemukan 3 kasus di Desa Bukit Tinggi, kemudian dengan sangat cepat, terjadi perkembangan yang akhirnya sampai di Bulan September akhir 2018 itu, ditemukan sekitar 1015 kasus positif malaria," ungkapnya saat ditemui media Rabu (18/09) di ruang kerjanya.
Lanjut Rachman, Bupati mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang KLB malaria Kab. Lobar tanggal 8 September. Pemkab bahu membahu dengan dibantu Global FAN, Uni Cef, Provinsi, Lembaga Lembaga luar seperti Dokter lintas batas, TNI, Polri serta sejumlah relawan menerjunkan 40 Tim dalam menangani KLB ini.
"Alhamdulillah, dengan kerjasama semua fihak, saat itu di bawah komando Bupati, akhirnya KLB tersebut dicabut statusnya oleh pemerintah sekitar 22 November.
Status ini dicabut kata Rachman, seluruh penderita bisa tertangani. Hal itu harus dicabut KLB nya oleh Bupati dikarenakan sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan didalam peraturan Menkes no 215 tahun 2010 yaitu ketika kejadian malaria itu, dua kali lipat atau lebih dibanding tahun lalu pada bulan yang sama.
Kemudian terdapat ibu hamil yang terdampak dan ada bayi disana yang terdampak. Dan terakhir sempat menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Itulah sebabnya, Pemerintah Daerah melalui Bupati mengeluarkan SK KLB," ungkapnya.
Upaya promotif dan preventif di masyarakat, sehingga nanti diharapkan 2023. Seharusnya 2020 kita sudah eliminasi malaria, karena kejadian itu, terpaksa mundur menjadi 2023. Lombok Barat kita harapkan sudah menjadi Kabupaten yang eliminasi malaria, kata Rachman.
Eliminasi malaria itu, kalau kejadian sudah dibawah kurang dari satu orang dan kita sangat optimis. Sebenarnya di tahun 2019 sekarang ini kita sudah mencapai 057. Tapi karena kita belum berani menjadikan Lombok Barat di 2019 ini menjadi Kabupaten yang eliminasi malaria, karena ada beberapa Desa yang masih API nya itu 1 sampai 5 dan terjadi di daerah kerja Penimbung di Desa Bukit Tinggi, Desa Mekar Sari serta Desa Gelangsar.
"Sekarang kita fokus, mudahan bisa tertangani," yakinnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan Pemda Lobar dalam penanganan malaria yaitu , membuat beberapa Lembaga Internasional seperti WHO, Uni Cef juga perguruan tinggi ternama di Indonesia yakni UI dan UGM, kemudian pusat penelitian dan pengembangan Kementerian Kesehatan, karena ingin melihat praktik baik dari pemerintah kabupaten Lombok Barat dalam upaya penanganan malaria pada saat terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).
Tujuan mereka adalah, untuk bisa diterapkan nantinya praktik baik ini di daerah daerah lain, sebab Indonesia ini negara rawan bencana.
"Karena bukan tidak mungkin hal ini juga akan terjadi di tempat tempat lain. Praktik baik ini ingin dokumentasikan dan di praktekkan," jelasnya.
Kita sudah lakukan penguatan penguatan di Sumberdaya Manusia (SDM) dan petugas laboratorium kita latih, tetap rutin melakukan pemeriksaan darah yang baik dan benar, logistik dilengkapi untuk pemeriksaan darah di lapangan, masyarakat dilibatkan.
Secara spesifikasi hasil penanganan KLB pasca gempa kata Rachman, pihaknya melakukan upaya penemuan kasus secepat mungkin. Begitu bencana begitu KLB, seluruh jajaran Dinas bergerak dengan 40 tim yang turun dalam sehari dengan 40 orang dalam satu tim. Rata rata sehari mencapai 200 orang yang turun mencari titik kasus. Setiap ditemukan yang panas, diambil darahnya dan diperiksa untuk menemukan kasusnya.
Prinsipnya, kita tidak boleh kalah dengan nyamuk, jika nyamuk bergerak cepat 10 KM, kita harus bergerak lebih cepat 20 KM per jam. Makanya kita keluarkan semua SDM hingga 200 orang perhari untuk menemukan masyarakat yang dicurigai menderita malaria.
Pengambilan darah ini dengan dua cara yakni aktif bergerak turun lapangan dan pasif yaitu setiap yang datang di puskesmas dan terdeteksi panas, akan diambil darahnya, dengan begitu, penemuan kasus bisa lebih cepat.
Dilanjutkannya, memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana caranya jangan sampai tertular oleh Malari.
"Kita bagikan kelambu dan lotion anti nyamuk ini juga salah satu langkah komprehensif membuat kita berhasil menangani malaria," bebernya.
Hal penting lainnya adalah, penderita malaria adalah harus disiplin minum obat sampai tuntas. Untuk itu, kita siapkan pendampingan dengan libatkan para kader, supaya penderita bisa menghabiskan obat yang akan dikonsumsi. Mereka semuanya tetap di cek agar tetap aktif meminum obat yang sudah disediakan.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak lintas sektor, kepada Bupati, TNI, Polri, lembaga lembaga Donor Agence, LSM yang ikut terlibat langsung maupun tidak langsung, serta kepada masyarakat umum yang telah berpartisipasi membantu didalam penanganan KLB Malaria. (Eka)
0 Komentar