Breaking News

Pengusaha Protes Maraknya Transportasi Ilegal, Minta Pemda Perketat Pengawasan

Suasana Hearing Antara Pengusaha Angkutan Darat Dengan Anggota DPRD Komisi IV, Senin (6/1).
Mataram (postkotantb.com)- Maraknya jasa transportasi darat di NTB yang tidak memiliki izin resmi (ilegal), membuat puluhan pengusaha dan pengemudi jasa usaha transportasi NTB mendatangi kantor DPRD NTB, guna melakukan hearing bersama pimpinan dan anggota DPRD NTB. Hal ini dilakukan sebagai langkah protes pengusaha dan pengemudi transportasi mulai dari angkot, taksi dan AKAP di NTB yang menganggap bahwa transportasi di NTB semakin carut marut tidak ada penertiban ,dan pengawasan dari pemerintah daerah.

Hal itu disampaikan salah satu pimpinan rombongan yang juga Owner Rangga Taksi, H Junaidi Kasum, saat berlangsungnya pertemuan di ruang pleno Gedung DPRD NTB bersama pimpinan komisi IV yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV H Achamd Puaddi FT, bersama, anggota komisi IV H Ruslan Turmuzi, Naufar Furqony Farinduan, H Hasbullah Muis, Sudirsah Sujanto, Senin (5/1). Pertemuan tersebut juga dihadiri Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTB H L Bayu Windia.

Owner Rangga Taksi, H Junaidi Kasum mengatakan, regulasi pengaturan usaha transportasi di NTB selama ini tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah. Selain itu, kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah, sehingga bermunculan usaha transportasi illegal, justru merugikan pengusaha transpotasi lokal yang resmi.

Untuk itu, lanjut Junaidi, pengusaha transportasi lokal di NTB mengeluhkan hal tersebut, karena menimbulkan kerugian bagi mereka. Diantaranya Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Mataram, Rangga Taksi Mataram, Forum Angkutan Kota Mataram, dan KSU Lombok Baru Taksi.

“Kami minta adanya regulasi penertiban, baik untuk ilegal maupun yang legal,” kata perwakilan pengusaha transportasi NTB Junaidi Kasum yang akrab disapa JK ini dihadapan pimpinan dan anggota Komisi IV DPRD NTB, Senin (6/1).

JK menilai, usaha transportasi tidak berizin di NTB dapat menimbulkan kekacauan. Seperti, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mungkin saja bisa dilakukan pengusaha-pengusaha legal (resmi). Karena iklim usaha yang kurang mendukung, sehingga merugikan perusahaan dan di sisi lain bermunculannya transportasi online yang juga tidak ada pengawasan dan pemberlakuan aturan yang jelas dari pemerintah daerah.

“Kami dari komunitas angkot desa, angkot kota, komunitas taksi yang khusus orang-orang lokal minta diberikan ruang untuk dijaga, dan diperketat secara perizinan,”  tegasnya.

Sementara itu , Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) NTB, H Lalu Bayu Windya, mengatakan pihaknya akan mencoba memfasilitasi penyelesaian beberapa masalah dialami pengusaha transportasi lokal di NTB. Seperti, pengadaan kuota khusus pengusaha lokal di berbagai tempat publik serta penindakan bagi usaha transportasi ilegal yang ada.

“Kami akan coba konsultasikan dengan pengelola dan DPRD. Kami coba fasilitasi, untuk ada kuota khusus transportasi offline ini,” katanya.

Sampai saat ini, lanjut Bayu, Dishub NTB mencatat sebanyak tujuh usaha taksi dan empat koperasi yang mengantongi izin. Kendati demikian, penindakan usaha transportasi ilegal disebut perlu usaha khusus.

“Kami tidak punya kewenangan untuk menangkap. Tapi kami bisa kerjasamakan dengan pihak kepolisian dan lain-lain,” jelasnya.

Di sisi lain, pelaku usaha lokal NTB harus mengembangkan diri dengan sistem kerja yang lebih baru. Mengingat, permasalahan kuota usaha transportasi online yang belakangan mengalahkan usaha transportasi offline.

“kalau saya anjurkan itu, supaya bisa menjadionline saja selain offline. Mungkin itu caranya supaya bisa bertahan,” imbuhnya.

Hal itu mengingat kebijakan pemerintah pusat yang memang mempermudah munculnya usaha transportasi online. Selain itu, pengusaha transportasi lokal juga disebut perlu merambah bidang yang lebih luas selain usaha angkot, taksi, dan bus AKAP.  Apalagi, dipilihnya NTB sebagai salah satu kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Dimana pemeritah pusat telah mencanangkan untuk memberikan subsidi 10 bus pariwisata sebagai perintis di KSPN.

Terpisah, perwakilan Komisi IV DPRD NTB H Ruslan Turmuzi menekankan pemerintah daerah memang perlu menerapkan otonomi daerah dalam masalah ini. Pasalnya, usaha transportasi disebut sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi cukup besar mencapai 19,12 persen.

“Karakteristik daerah itu perlu dimunculkan. Kita contoh beberapa daerah yang pemerintah, DPR, dan pengusaha lokalnya bersatu dan itu bisa kita lakukan,” katanya.

Menurutnya, pemberdayaan pengusaha lokal memang perlu menjadi prioritas pemerintah. Mengingat peran usaha transportasi bagi pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Sebagai bentuk dukungan, beberapa hal bisa dilakukan dengan memberikan ruang bagi pengusaha lokal untuk menyediakan armada transportasinya di fasilitas-fasilitsa publik milik pemerintah.

“Di rumah sakit, Pelindo (pelabuhan) dan Angkasa Pura (bandara), bisa diberikan kepada pengusaha lokal yang punya izin,” jelasnya. (Eka)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close