Breaking News

Polda NTB Sita Ribuan Paspor Dalam Kasus TPPO

 

Polda NTB Sita Ribuan Paspor Dalam Kasus TPPO
Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Sayrif Hidayat, SIK., SH saat mendampingi Kapolda NTB pada konferensi pers di Command Center Mapolda NTB, Rabu (07/02/2024).
Mataram (postkotantb.com) - Jajaran Ditreskrimum Polda NTB berhasil mengungkap tiga perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TTPO) atau Penempatan PMI secara Non Prosedural/Ilegal yang terjadi di Wilayah Hukum Polda NTB. Ketiga kasus ini terungkap setelah adanya laporan masyarakat dan juga sebagai korban.

Adapun perkara pertama yakni kasus TPPO di Desa Batu Putih, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat dengan dua tersangka. Penangkapan terhadap kedua tersangka yakni MZ alias M dan AS alias A pada 26 Januari 2024.


"Sekitar Juli 2022, korban direkrut oleh tersangka MZ di rumahnya di Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur. Korban dijanjikan bekerja di Arab Saudi sebagai ART dengan gaji 1200 Riyal perbulan," Terang Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Sayrif Hidayat, SIK., SH saat mendampingi Kapolda NTB pada konferensi pers di Command Center Mapolda NTB, Rabu (07/02/2024).

Adapun proses pemberangkatan melalui perseorangan (tanpa PT) ini sangat cepat, bahkan CPMI diberikan uang saku Rp 4 juta. Korban sebelumnya hanya menyerahkan KTP dan KK saja, sebagai persyaratan CPMI kepada tersangka MZ. Namun setelah tiga hari, korban diantar menggunakan mobil oleh tersangka MZ ke Bandara Bizam menuju ke Jakarta.

Sesampainya di Jakarta lanjut Syarif, korban dijemput oleh tersangka AS Als A dan dibawa ke rumahnya untuk ditampung selama 2 bulan. Korban tidak pernah dilakukan medical kesehatan dan pelatihan sampai dengan bulan Oktober 2022. Korban diberangkatkan ke negara Arab Saudi melalui Bandara Soeta oleh tersangka AS. Sesampainya di Riyadh, korban dijemput oleh agensi dan langsung
dipekerjakan.

Korban bekerja selama satu setengah tahun dan korban mengalami kekerasan oleh majikan. Selain itu, gaji tidak pernah dibayarkan serta korban bekerja selama 20 jam sehari.

"Atas kejadian yang dialami, korban meminta pulang ke Indonesia dan majikan memulangkan korban. Sesampainya di
Jakarta, korban tidak bisa pulang ke Lombok karena tiket pesawat hanya
sampai di Jakarta dan korban tidak diberikan uang oleh majikan. Korban
selanjutnya meminta pertolongan di Bandara Soeta dan diamankan oleh
pihak BP2MI di bandara," Tutur Syarif.

Mendapatkan informasi tersebut, jajaran Ditreskrimum Polda NTB langsung bergerak cepat. Kedua tersangka akhirnya diamankan pihak kepolisian pada 26 Januari 2024 lalu.

Kemudian untuk perkara kedua, terdapat 15 korban dengan 4 orang tersangka. Mereka adalah BK alias B, asal Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur. Tersangka kedua yakni RS alias R (Perempuan) umur (38), asal Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.

"Tersangka pertama dan kedua sebagai Pekerja Lapangan dari PT. Mahesa Putra Tunggal yang merekrut para korban," sebutnya.

Kemudian tersangka ketiga dalam perkara kedua ini yakni MS alias M (55), asal Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah, dan tersangka keempat yakni MS alias S, (41) , asal Kecamatan Janapria, Kabuupaten Lombok Tengah.

"Setelah kami lakukan penangkapan dalam kasus kedua ini, ternyata kita dapatkan pula 1.107 buah paspor. Kuat dugaan bahwa ribuan paspor ini adalah milik korban-korban sebelumnya," ungkap Syarif.

Kemudian untuk perkara ketiga, terdapat empat korban dengan tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya yakni pimpinan PT. Putra Samawa Mandiri. Dimana modus operandinya, para tersangka telah merekrut CPMI yang tidak dilengkapi dengan SIP2MI atau Job Order.
Sehingga sampai saat ini para korban tidak bisa diberangkatkan ke Luar
Negeri serta uang yang telah diserahkan tidak dikembalikan oleh tersangka.

Terhadap para tersangka dalam perkara satu dan perkara dua lanjut Syarif, diduga telah melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Penempatan Pekerja Migran Indonesia secara Non Prosedural/Ilegal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dan atau Pasal 11 Jo Pasal 4 UU RI Nomor 21
Tahun 2007 tentang TPPO dan atau Penempatan Pekerja Migran Indonesia Unprosedural.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Jo Pasal 69 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dengan
ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta dan atau pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Sedangkan tersangka dalam perkara tiga diduga telah melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Penempatan Pekerja Migran Indonesia secara Non Prosedural/Ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan atau Pasal 11 Jo Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan
atau Penempatan Pekerja Migran Indonesia Un Prosedural sebagaimana 8 dimaksud dalam Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 dan atau Pasal 86 Jo Pasal 72 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia (PPMI).


"Khusus tersangka dalam perkara tiga diancam dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 60 juta dan atau pidana penjara paling
lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 15 miliar.

Sementara Kapolda NTB, Irjen Pol Drs Raden Umar Faroq SH,. M.Hum,. yang hadir dalam konferensi pers kali ini meminta agar jajarannya melakukan pendalaman terhadap temuan 1.107 buah paspor dalam perkara kedua. Karena Kapolda menduga, masih banyak korban dalam perkara ini yang butuh perhatian dari aparat penegak hukum.

"Makanya saya tegaskan kembali, masyarakat jangan mudah tergiur dengan iming-iming kerja di luar negeri dengan proses mudah dan gaji tinggi. Jika ada penawaran dari PJTKI, minta informasi dulu dari kepolisian. Bisa Polda, Polres atau Bhabinkamtibmas," sarannya. (Red)



0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close