Breaking News

Akademisi : NTB Butuh Pemimpin yang Paham Seluk Beluk Tambang

 

Akademisi : NTB Butuh Pemimpin yang Paham Seluk Beluk Tambang
Dr Zulkarnaen, Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Hukum dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jogjakarta (UNJ) . Foto Ist/Amry SR/postkotantb.com
Sumbawa Barat (postkotantb.com) — Akademisi Universitas Negeri Yogyakarta, Dr Zulkarnaen, menyatakan provinsi NTB kedepan tidak hanya membutuhkan pemimpin yang paham birokrasi tetapi juga paham seluk beluk investasi, terutama pertambangan.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Hukum dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jogjakarta (UNJ) itu mengatakan, pilihan calon pemimpin pada Pilkada NTB berbeda dengan Pilkada di daerah lain. Sebagai salah satu daerah pertambangan besar di Indonesia, NTB membutuhkan pemimpin yang benar-benar memahami, menguasai dan tahu bagaimana memanfaatkan potensi sektor pertambangan untuk kemajuan daerah.

Pemimpin NTB, kata dia, harus mampu menjaga keberlangsungan investasi pertambangan di daerah, sembari memastikan keberadaan investasi itu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan daerah.

Pertambangan menjadi sektor penyumbang utama bagi pertumbuhan ekonomi NTB. Sektor ini masih akan terus menjadi pendukung utama. Apalagi saat ini, pertambangan tersebut tak hanya ada di Sumbawa Barat tapi juga di Kabupaten Dompu (sedang masa eksplorasi).

Secara tidak langsung, KSB dan Dompu atau NTB secara umum, sekarang menjadi pusat tambang terbesar di Indonesia. Artinya, pemimpin NTB kedepan harus benar-benar menguasai persoalan ini. Terutama bagaimana mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari sektor tambang untuk mendukung pembangunan.

Karena itu Doktor Naen tanpa ragu menyebut nama Bupati Sumbawa Barat dua periode, Dr Ir HW Musyafirin sebagai figure yang sangat layak menjadi pemimpin NTB kedepan.

“Rekam jejak dan karir politik HW Musyafirin tidak diragukan lagi. Tidak salah bila kemudian banyak pihak yang mendukung Bupati KSB dua periode ini sebagai Cagub atau Cawagup di Pilkada NTB nanti,’’ ujar Dr Naen, Sabtu (16/03/2024).

Menurut Ketua Umum Forum Ilmu Sosial (FIS) Indonesia itu, sebagai daerah tambang–dimana pertambangan sekarang memasuki era industrialiasi–NTB membutuhkan pemimpin yang secara kualitas mampu dan paham tentang isu maupun pemanfataan tambang untuk kepentingan pembangunan daerah.

Sebagai putra Tana Samawa, Doktor Naen sendiri merupakan akademisi yang intens mengikuti perkembangan pembangunan di Pulau Sumbawa, khususnya di Sumbawa Barat. Ia juga tak segan-segan melayangkan kritik ataupun terhadap berbagai program pembangunan yang saat ini sedang berjalan di Sumbawa Barat. Dari pengalaman menyampaikan kritik tersebut, Ia mengakui figure HW Musyafirin sebagai pemimpin yang tidak alergi kritik.

“Saran-saran kita diakomodir dalam berbagai kebijakan. Tidak banyak pemimpin seperti itu. Saya kira tipe pemimpin seperti ini yang dibutuhkan NTB kedepan,’’ paparnya.

Secara khusus ia juga mengakui turut memantau sepak terjang HW Musyafirin selama dua periode memimoin KSB. Ia menilai tokoh yang juga didukung Prof KH Din Syamsuddin untuk maju di Pilkada NTB itu memiliki pengalaman dan kecakapan dalam menjaga dan mendukung iklim investasi sektor pertambangan khususnya di Sumbawa Barat.

HW Musyafirin sambungnya, juga terlibat aktif dalam menyelesaikan beberapa persoalan krusial berkaitan dengan investasi pertambangan, khususnya penetapan dan keberlanjutan pembangunan pabrik smelter yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Untuk merealisasikan pabrik smelter, pemerintah dihadapkan dengan cukup banyak persoalan terutama pembebasan lahan inti pembangunan pabrik milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara maupun pembebasan lahan di Desa Kiantar, untuk pembangunan bandara.

‘’Bupati KSB berhasil menyelesaikan semua persoalan yang ada. Pembebasan lahan smelter dan bandara tuntas. Sekarang pembangunan pabrik dan bandarapun sebentar lagi selesai,’’ sebutnya.

“Tak banyak pemimpin yang bisa melakukan ini. Contoh kasus, pembebasan lahan di Pulau Rempang untuk Rempang Eco City itu sampai terjadi demo besar-besaran dan menjadi masalah nasional. Di KSB padahal Smelter ini juga proyek nasional, tapi tuntas. Salah satu kunci utamanya cara pendekatan yang digunakan bupati KSB,” tandasnya.

Padahal, sambung Doktor Naen, jika lokasi pembebasan itu tak tuntas, PT AMNT selaku pihak yang berkewajiban membangun pabrik pemurnian (Smelter) kala itu mengancam akan memindahkan pabrik tersebut ke daerah lain.

“Pembebasan lahan itu ada batas waktunya. Kalau tak selesai, bisa-bisa smelter itu tidak dibangun di NTB tapi provinsi lain. Tapi itu bisa diclearkan bupati sebagai ketua tim percepatan pembangunan smelter,’’ tukasnya.

Doktor Naen mengingatkan, keberhasilan Bupati KSB menyelesaikan persoalan pembebasan lahan untuk kepentingan industri nasional ini dilakukan di tengah keterbatasan kewenangan yang dimiliki pemerintah kabupaten.

“Kalau berbicara kewenangan pertambangan, itu tak ada di kabupaten tapi di Provinsi dan Pusat. Tapi itulah fakta di lapangan, Haji Firin bisa menyelesaikan itu,” Jelasnya.(Amry)

Editor : Amry SR

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close