Breaking News

Opini Didin Maninggara tentang Pers dan Wartawan Era Peradaban Digital (1)

 
Sejatinya Jadi Wartawan Itu Sulit


Dalam dunia jurnalis, seorang wartawan harus memiliki wawasan mumpuni yang multi aspek
Paling tidak, wawasan cukup memadai dalam proses mencari dan mengelola informasi yang layak dan tidak layak diberitakan. Ini penting, karena idealnya seorang jurnalis, mampu membuka alam pikiran publik dari banyak informasi sebelum disiarkan. Sehingga karya jurnalistik yang terpublikasi mencerdaskan dan mencerahkan publik.

Alam pikiran inilah yang saya pandang merupakan salah satu kekuatan istimewa dari seorang jurnalis yang diaktualisasikan dalam tulisan.

Karena sesungguhnya keistimewaan seorang jurnalis adalah pada tulisannya. Pada karya jurnalistiknya. Untuk mencapai itu, tentu juga diperkuat pemahaman yang komprehensif, luas dan mendalam tentang kaidah jurnalistik dari banyak aspek, terutama kaidah bahasa jurnalistik dalam meramu informasi menjadi berita atau tulisan.

Hal itu menjadi alasan pembenaran, bahwa sesungguhnya menjadi jurnalis itu sulit. Sebab kerja jurnalis adalah kerja pikiran cerdas, cepat, tepat dan akurat. Sehingga akuritas suatu informasi sebisa mungkin senyawa dan sejalan dengan tranformasi jurnalisme modern yang terus bergerak.
 
Apalagi, dalam perspektif jurnalisme era peradaban baru. Peradaban digital. Peradaban online. Peradaban internet. Narasumber, khususnya para tokoh, tidak perlu mengundang wartawan untuk jumpa pers. Cukup menyampaikan siaran pers lewat cuit di twetter, yuo tube, instagram dan fb.

Semua orang bisa tampil berbicara di medsos. Bahkan acapkali postingan orang-orang di medsos lebih menarik. Lebih cepat dan akurat. Daya jangkaunya justru jauh melebihi karya jurnalis di media pers tempatnya bekerja.

Dengan demikian, seorang jurnalis dan media pers merupakan kawan dari jurnalisme yang bisa menempatkan peran penting informasi menjadi information mindet.

Sayangnya, acapkali muncul perbedaan  perspektif pandang dalam memaknai jurnalisme. Ada yang mendasarkan pandangannya yang melintang dalam jagat ruang berita yang menempatkan definisional yang tidak senyawa dengan artikulasi jurnalisme, sehingga menjadi perdebatan definisional yang merugikan kerja jurnalis karena mau tidak mau, suka tidak suka, terjadi pemihakan dan mengabaikan independensi. (Bersambung ke episode 2).

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close