![]() |
M.Zaini.SH.MH Ketua LSM Garuda Indonesia saat berorasi de depan kantor BPN Lombok Timur. Rabu (31/07/2024). Foto Dok : postkotantb.com |
Lombok Timur (postkotantb.com) - Konflik pertanahan kerap menjadi penghambat jalannya pembangunan. Padahal, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Pusat menjadi bagian dari solusi dan memprioritaskan penanganan yang baik atas konflik pertanahan untuk mempercepat pembangunan nasional.
Masih tidak adanya kejelasan penyelesaian kasus mata air antara masyarakat pemilik lahan dengan Pemerintah Daerah Lombok Timur membuat Gerakan Advokasi Rakyat Untuk Demokrasi dan Kemanusiaan (GARUDA INDONESIA) bersama pemilik lahan dan masyarakat melakukan aksi ke Kantor DPRD Lombok Timur, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Timur dan Kantor Bupati Lombok Timur, Rabu (31/07/2024).
Massa aksi yang berjumlah ratusan orang tersebut dikomandoi oleh tiga koordinator lapangan. Pada aksi yang dilakukan di depan kantor DPRD Kabupaten Lombok Timur massa aksi menyampaikan orasi, meminta kejelasan dari pihak DPRD terkait bagaimana proses penganggaran yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menyelesaiakan permasalahan tersebut.
Namun, dikarenakan pimpinan DPRD Lombok Timur tidak ada di tempat, maka massa aksi melanjutkan orasinya di depan kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Lombok Timur.
Di kantor BPN Kabupaten Lombok Timur, massa aksi langsung diterima oleh Kepala BPN dan Kabag Umum BPN. Dalam diskusi tersebut Kepala BPN menjelaskan, bahwa BPN akan tunduk pada aturan yang ada. Artinya jika permasalahan lahan tersebut sudah diselesaikan dengan pihak pemerintah daerah, maka pihak BPN akan langsung memproses surat menyuratnya.
“Tinggal kita tunggu penyelesaian dengan pihak pemerintah Daerah," ungkap Kepala BPN Lombok Timur.
Setelah selesai dari Kantor BPN Kabupaten Lombok Timur, massa aksi langsung menuju Kantor Bupati Lombok Timur untuk melakukan orasi dan meminta kejelasan dari Pemerintah Daerah Lombok Timur.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa urusan pertanahan merupakan urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Karena itu pula penyelesaian sengketa pertanahan merupakan kewenangan Pemerintah.
Hal ini dipertegas lagi dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional, yang secara tegas menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai lembaga pemerintah non-departemen mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas tersebut BPN menyelenggarakan fungsi, yang meliputi 14 bidang, yang salah satunya adalah penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan.
Namun demikian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Dibidang Pertanahan, yang menyebutkan, bahwa sebagian kewenangan pemerintah dibidang pertanahan dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang antara lain meliputi urusan penyelesaian sengketa pertanahan tertentu.
Sedangkan di Kantor Bupati, massa aksi ditemui oleh Pj Sekretaris Daerah (Sekda), Bagian Hukum dan beberapa pejabat lainnya. Dalam kesempatan tersebut perwakilan massa aksi, M. Zaini dan Hasanudin Al Abdul Mukib menjelaskan, bahwa sengketa dan konflik pertanahan di daerah karena persoalan administrasi sertifikasi tanah yang kurang tertib.
Selain itu ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah, juga legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat) tanpa memperhatikan produktivitas tanah.
Belum sinkronnya peta-peta dasar yang digunakan dalam proses penyelesaian permasalahan seperti peta batas tanah dengan batas wilayah pemerintahan (desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan adat).
Namun pada kasus tanah yang ada di Mata Air Ambung memang masih terkatung katung selama ini. Sehingga karena tidak adanya kejelasan dari pihak pemerintah daerah maka kasus ini seolah-olah dibiarkan berlarut. Untuk itu kedatangan massa kali ini untuk minta kejelasan dan meminta jalan tengah seperti apa penyelesainnya.
“Kami datang ke sini untuk meminta kejelasan dan meminta kepastian penyelesaiannya," ungkap M. Zaini.
M. Zaini dan Hasanudin Al Abdul Mukib juga menegaskan, bahwa akibat kelalaian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah membuat masyarakat kecil terzolimi. Untuk itu, kedatangannya bersama masyarakat kali ini untuk meminta solusi, agar kedua belah pihak bisa diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. (Red)
0 Komentar