Breaking News

ITK NTB Pertanyakan Progres Penanganan Kasus Dugaan Pemalsuan Ijazah Anggota DPRD Lombok Tengah

Anggota DPRD Lombok Tengah
(Kanan) Ketua Presidium Integritas Transformasi Kebijakan (ITK) NTB, Achmad Sahib.

Mataram (postkotantb.com) - Ketua Presidium Integritas Transformasi Kebijakan (ITK) NTB, Achmad Sahib, mempertanyakan progres penanganan kasus dugaan Pemalsuan Ijazah Paket C, yang melibatkan salah satu anggota DPRD Lombok Tengah dari Partai PKB, Periode 2018-2023, sekaligus terpilih Periode 2024-2029 inisial UT.

"Sudah hampir dua bulan lebih sejak laporan tersebut diterima Polda NTB masih belum diekspos. Sehingga saya pertanyakan, sampai sejauh mana progres penanganannya," tanya Sahib, Rabu (21/08).

Diakui Sahib, kasus tersebut dilaporkan oleh Nurdji, tertanggal 16 Juni 2024. Tidak adanya ekspos kasus dari Polda NTB, menimbulkan tanda tanya publik seperti apa kinerja Polda NTB. Sebab, ekspos kepolisian sangat penting dalam rangka menanggapi tanggapan yang muncul ke permukaan.

Hal ini mengingat, fenomena wakil rakyat khususnya di Lombok Tengah sangat miris dan ironis, ketika banyak aduan dari masyarakat terkait dugaan pemalsuan ijazah.

"Ini menjadi atensi lembaga kami dan akan berharap kepada Aparat Penegak Hukum untuk membeberkan fakta yang sebenarnya secara terbuka. sehingga reaksi masyarakat dapat diredam," tegasnya.

"Kami berharap, kepolisian juga bersikap lebih fair, sehingga tidak muncul anggapan ada main mata kepada siapapun baik terlapor maupun pelapor," jelasnya.

Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat.

Terpisah, Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan bahwa kasus tersebut masih ditangani Polres Lombok Tengah. Namun dari hasil gelar perkara, masih dalam proses memastikan Yurisprudensinya.

Pihaknya pun memberikan rekomendasi agar Polres Lombok Tengah mendatangkan ahli dari akademisi. Salah satunya dari Universitas Indonesia (UI). Karena Ijazah itu digunakan saat mendaftar sebagai calon legislatif.

"Jadi diperlukan adanya ahli untuk memastikan domainnya dimana. Terkait juga dengan adanya ST, kita harus berhati-hati. Supaya tidak ada anggapan bahwa polisi tuh mihak sana mihak sini alias tidak netral. Kami juga tetap meminta saran dan pendapat dari KPU dan DKPP," bebernya.

Ditanya soal adanya unsur pidana baik secara formil dan material, diakui bahwa kemungkinan besar unsur pemalsuan atau tidak terdaftarnya Ijazah yang bersangkutan ada. Namun harus diantisipasi dengan pendapat ahli, apakah masuk Undang Undang Pilkada (Lex Specialis) atau KUHP.

"Karena sudah diatur juga dalam pasal 63 KUHP ayat 2, apabila ada beberapa undang-undang dan termasuk undang-undang khusus, maka didahulukan yang khusus. Tapi menurut penyidik, kemungkinan perbuatan secara formil dan materil itu kemungkinan ada," katanya.

Masalah pencalonan secara administrasi merupakan kewenangan  penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, bukan kewenangan penyidik kepolisian.

"Nggak masalah yang bersangkutan dilantik atau tidak, kasusnya tetap jalan. Jadi untuk penetapan tersangkanya kita tidak mau terburu-buru. Tapi prosesnya tetap jalan," pungkasnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close