Breaking News

Persoalan Izin Tambak dan Investasi, Komisi II Tunggu Persentase DKP dan DPM- PTSP

 

Persoalan Izin Tambak dan Investasi di NTB
(dari kiri) Ketua Komisi II DPRD NTB, H Lalu Pelita Putra, SH., bersama para anggotanya yang diantaranya H. Salman, SH., Hulaemi, SE., dan Abdul Rauf, ST., MM., usai rapat dengar pendapat (RDP), Rabu (22/01/2025).


Mataram (postkotantb.com)- Komisi II DPRD NTB menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dua mitra kerja, yang diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), Rabu (22/01/2025).

Dalam rapat ini, Komisi II mempertanyakan sejumlah persoalan yang menyangkut perizinan tambak yang sempat disinggung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini, dan investasi asing (PMA). Salah satunya di teluk Temeak, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.

"Jawaban dinas tadi terhadap persoalan-persoalan yang kami pertanyakan, mereka sudah membentuk satgas diketuai Kadis DKP untuk identifikasi dan sedang menyiapkan aplikasi yang memuat data tambak maupun investasi yang sudah berizin dan yang tidak berizin se NTB," ungkap Ketua Komisi II, H Lalu Pelita Putra, usai melaksanakan RDP.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut bahwa menurut data, ada sekitar 364 tambak termasuk investasi perusahaan asing, belum mengantongi izin lengkap.

Pihaknya berkomitmen akan mengundang seluruh pengusaha tambak dan PMA di NTB tersebut, untuk hadir di Komisi II setelah dinas terkait memberikan presentasenya mengenai aplikasi yang dimaksud.

"Nanti semua akan kita hadirkan khususnya yang berhubungan dengan laut. Termasuk masalah PT Autore kemarin," imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD NTB, H Salman mengungkapkan, sektor tambang menjadi salah satu faktor yang mendorong investasi di NTB naik signifikan. Sayangnya pada sektor pariwisata serta kegiatan investasi di pulau-pulau kecil, hasilnya tidak sesuai ekspetasi pemerintah daerah.

Salah satu penyebabnya masalah tumpang tindih kepemilikan lahan di lokasi investasi. Selain itu, lahan yang telah dikontrak dengan jangka waktu yang sangat lama, ternyata dibiarkan mangkrak. "Seperti di daerah destinasi wisata Pantai Senggigi yang seharusnya mendapatkan PAD, tapi ternyata tidak," ujarnya.

Di sisi lain, umur yang diberikan untuk pemanfaatan lahan sudah kedaluarsa dan belum juga ditinjau ulang. Kemudian kewenangan terhadap pulau-pulau di kawasan laut.

"Ini akibat terlalu bebas dalam artian memberikan kewenangan ke investor. Yang seharusnya kewenangannya di Pulau, malah laut dikuasai. Justru itu malah menimbulkan masalah baru dan mengganggu aktivitas para nelayan lokal," jelasnya.


Enggan Sebut Ilegal, Izin Lingkungan Sah


Terpisah, Kepala DKP NTB, Muslim, tidak sependapat jika pengusaha tambak yang sudah beroperasi hanya mengandalkan izin lingkungan dari kabupaten disebut ilegal. Karena Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) utama, kewenangannya di pemerintah kabupaten.

Hanya saja pihak pengusaha tambak tidak meneruskan ke pemerintah provinsi, mengingat usaha tersebut juga memanfaatkan air laut sebagai salah satu bahan baku, merupakan KBLI penunjang.

"Jadi kesannya, tambak-tambak di kabupaten kan tidak ada izin lingkungan. Sesungguhnya mereka sudah punya, bahkan sebagian besar. Secara legal mereka beroperasi iya, tapi jangan pakai air laut dong," timpalnya.

Pihaknya juga telah berkonsultasi dengan KPK. Kesimpulannya, DKP NTB diminta menyampaikan ke pengusaha tambak untuk melengkapi kajian izin lingkungan tentang pemanfaatan laut.

"Dan tahun 2025 mereka tidak boleh lagi seperti itu. Izin lingkungan harus di provinsi," tandasnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar
Mulya Residence

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close