Lombok Utara, (postkotantb.com)– Visi - Misi Gubernur NTB, yakni “NTB Makmur Mendunia”, semakin jauh dari harapan.
Pasalnya pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) kembali di perosalkan lantaran kebijakan pembatasan kuota pendakian yang diberlakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) dinilai tidak selaras dengan visi-misi Gubernur NTB, yakni “NTB Makmur Mendunia”.
Salah seorang Lang Lang Adat Bayan, Raden Sawinggih, secara tegas menyatakan bahwa kisruh pengelolaan ini muncul justru setelah terbentuknya Forum Wisata Lingkar Rinjani. Menurutnya, sebagian kewenangan yang didelegasikan BTNGR kepada forum tersebut malah menimbulkan kesenjangan dalam tata kelola, membuka celah penyimpangan, dan menciptakan potensi ketidakadilan dalam pengambilan keputusan.
"Forum ini awalnya dibentuk untuk menjembatani komunikasi antara masyarakat dan pihak taman nasional, serta mengambil keputusan secara kolektif-kolegial. Namun, dalam pelaksanaannya justru terjadi penyimpangan dari semangat awal itu," ujar Raden Sawinggih.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa dalih pelestarian ekosistem kerap dijadikan alasan pembatasan pendakian, namun pelaksanaan di lapangan menunjukkan inkonsistensi. "Kami menduga ada kepentingan lain yang bermain, dan ini sangat bertentangan dengan semangat kemandirian dan kesejahteraan masyarakat lingkar Rinjani," tambahnya.
Kebijakan ini pun berdampak besar terhadap ribuan porter dan pelaku wisata lokal yang menggantungkan hidup dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani. Dengan pembatasan kuota, mereka terancam mengalami "libur panjang" tanpa kepastian, yang tentunya berdampak pada penghidupan mereka.
Para pelaku wisata dan tokoh adat pun menyerukan agar Pemprov NTB turun tangan secara tegas untuk meninjau ulang sistem pengelolaan TNGR, agar sejalan dengan visi NTB yang makmur dan mendunia, serta menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat, khususnya masyarakat lokal yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian Rinjani. (@ng)
Pewarta : Ang Jaharudin.S.Sos
0 Komentar