Breaking News

Kafe Liar di Pantai Tanjung Bias Korbankan Investasi di Kawasan Meninting

Kafe Ilegal di Pantai Tanjung Bias
KAFE ILEGAL: Sepanjang kawasan Pantai Tanjung Bias, Desa Senteluk, hingga saat ini telah di penuhi kafe dan warung ilegal semi permanen. Kafe-kafe tersebut mengambil posisi nyaris menyentuh pantai. Kondisi ini mengakibatkan para nelayan tidak dapat menambatkan perahunya dan terpaksa harus mencari lokasi baru, meski harus berbenturan dengan perusahaan pengembang.


Lombok Barat (postkotantb.com)- Konflik sempadan Pantai Montong Buwuh Meninting, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar) kian hangat dipersoalkan nelayan. Kamis pekan kemarin, para nelayan berbondong-bondong mendatangi DPRD Lobar.

Kedatangan para nelayan untuk menyampaikan rasa keberatannya soal ketiadaan tempat parkiran perahu  disebabkan sempadan pantai Montong Buwuh dari Utara hingga Selatan dikuasai pengembang. 

Muncul pula hasil investigasi dewan yang menyebut adanya dugaan perubahan luas tanah di dalam sertifikat, yang menyebabkan batas lahan perusahaan menyentuh sempadan pantai. Lantas bagaimana dengan sempadan Pantai Tanjung Bias, Desa Senteluk. Saat ini di sepanjang pesisir pantai tersebut dipenuhi kafe semi permanen tanpa izin (Ilegal).

Lokasi Pantai Tanjung Bias berbatasan dengan Pantai Meninting, tepatnya di sebelah utara. Menjamurnya kafe ilegal di sepanjang pesisir pantai menyebabkan sempadan pantai tidak dapat difungsikan sebagai tempat tambatan perahu nelayan. 

Pengamat hukum, I Gusti Putu Ekadana mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Sempadan pantai yang seharusnya untuk kepentingan publik dan masuk tata ruang pariwisata untuk mengundang investasi, malah dikuasai kafe ilegal. 

"Saya menduga, pedagang bersikukuh nggak mau keluar karena ada backingan. Karena di tempat terlarang itu lah ada duit pembacking. Mau sampai kapan, bagaimana dengan Bupati yang baru, apakah masih sama dengan yang kemarin?" Tegasnya Sabtu (14/06/2025).

Sebelumnya, tersiar Khabar bahwa berdirinya kafe liar semi permanen selama bertahun-tahun di sempadan Pantai Tanjung Bias, karena backingan oknum pemerintah desa dan oknum organisasi masyarakat (Ormas). 

Selain itu, terkuak pula indikasi transaksi di bawah tangan untuk sewa menyewa sempadan pantai demi kepentingan pembangunan kafe. Dan yang menyedihkan lagi, beberapa penyewanya bukan warga asli setempat.

"Biasanya dengan republik ini latah ormas, perlu diteliti lebih jauh lagi kemungkinan ada ormas yang sebagai backing di situ, yang memanfaatkan ketidaktertiban ini untuk kepentingan pungutan liar," ujarnya.

"Dan kalau itu benar, justru ormas ini yang menyuruh orang berdagang si situ sebagai obyek pungutan. Negara nggak boleh kalah dong untuk itu, harus tegakan aturan," geramnya.

Ia menegaskan, seharusnya hal ini menjadi atensi khusus Pemkab Lobar. Menjamurnya kafe ilegal menyebabkan nelayan terpaksa mencari lokasi tambatan baru. Tidak perduli meski harus mengganggu lahan investasi dan bahkan berbenturan dengan investor yang sudah sah mengantongi izin dan dokumen lainnya.

"Ini yang seharusnya diantisipasi oleh pemerintah. Jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan kekisruhan dan membenturkan nelayan dengan investor. Pembiaran terhadap warung liar juga bentuk pelanggaran tata ruang," kesalnya.

Sebaliknya, alih-alih menegakan aturan, DPRD Lobar malah meminta investor untuk ikhlas memberikan lahannya, tanpa ada upaya pembinaan, penertiban, serta relokasi terhadap pemilik kafe.

"Berdasarkan hukum tata ruang, mereka (Dewan,red) saya bisa katakan anti pembangunan. Mereka ngerti nggak sebagai anggota dewan, duduk disitu untuk apa? Apakah untuk warung liar dan pungutan liar, untuk masyarakat yang selalu tidak tertib?. Itukah fungsi anggota dewan, terima gaji terus. Uang rakyat akan jadi haram loh di makan," timpalnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Lobar, Abu Bakar Abdullah, sebelumnya mengaku tidak bisa bersikap tegas dengan alasan, keberadaan kafe ilegal itu harus dilihat dari aspek kebijaksanaan meski diketahui keberadaannya ilegal. 

"Memang ada kebijakan, tapi ada juga kebijaksanaan. Jadi nggak langsung penegakan, mungkin pembinaan. Ini memang kondisi masyarakat kita, mau usaha lahan nggak ada. Mungkin fungsi-fungsi pembinaan harus dilakukan," katanya.

"Jika sudah ada lokasi baru, ada semacam jangka waktu untuk membatasi selama itu tidak melanggar hukum. Kalau melihat tata ruang Lobar memang kafe semi permanen di sempadan pantai itu nggak boleh," sambungnya.

Sebelumnya, ada rencana Pemkab Lobar untuk merelokasi parkiran perahu nelayan ke Baloq Putih, Desa Meninting. Rencana ini menurutnya tidak serta merta dapat direalisasikan. Dibutuhkan analisis mendalam, jangan sampai lokasi yang disasar masih masuk penguasaan pihak lain.

"Butuh pengkajian lagi, jangan sampai sudah bersertifikat. Nanti jadi masalah lagi," terangnya.

Soal adanya indikasi sewa menyewa sempadan Pantai Tanjung Bias, menurutnya, harus dipandang secara terpisah mengingat hal tersebut sudah masuk dalam ranah dugaan tindak pidana. Kendati demikian, pihaknya tidak ingin beropini tanpa ada fakta-fakta hukum terlebih dahulu.

"Kita harus dibuat Case by Case. Tapi kami tidak bisa beropini, tanpa ada fakta-fakta hukum," tutupnya.

Pewarta:  Syafrin Salam
 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close