Breaking News

Gawat, Tawaran Islah 'Bergentayangan' ke Para Mantan Anggota DPRD NTB

TGH. Najamudin Mustafa.

Lombok Timur (postkotantb.com)- Kabar tentang adanya tawaran islah dari oknum pendatang baru di DPRD NTB kepada para mantan dewan yang tidak terpilih berkaitan dengan kasus dugaan bagi-bagi uang siluman, mengusik salah satu mantan anggota dewan, TGH. Najamudin. 

"Iya, memang ada semacam tawaran islah. Tapi saya tegaskan tidak mungkin islah. Tidak mungkin menyelesaikan masalah hukum di luar hukum,” ungkap TGH Najamuddin Mustafa, Kamis (24/7/2025).

Pria yang khas berpenampilan agamis ini disebut sebagai tokoh kunci di balik mencuatnya dugaan bagi-bagi uang siluman yang menyasar pada oknum anggota dewan. Kasus dugaan korupsi ini tengah diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dan jumlah anggota DPRD NTB yang dipanggil untuk dimintai keterangan juga terus bertambah.

Ia menegaskan, kasus tindak pidana korupsi tidak mengenal islah. Karena itu, tidak mungkin dirinya membuat kesepakatan di belakang layar. Terlebih lagi kasus ini tengah diusut APH. Tokoh asal Lombok Timur ini mengingatkan agar oknum dewan yang terlibat dalam kasus dugaan bagi-bagi uang siluman, siap-siap untuk bertanggung jawab.

“Tidak boleh ada perundingan. Hukum itu, kalau bersalah, ya penjara,” tegas TGH Najamuddin.

Kasus ini sendiri bermula dari pemotongan program Pokir Anggota DPRD NTB Periode 2019-2024 yang sudah menjadi Daftar Pelaksanaan Anggaran di APBD NTB tahun 2025. 

Program Pokir tersebut memang masih menjadi hak anggota DPRD NTB sebelumnya, karena berasal dari penjaringan aspirasi mereka dan juga disahkan dalam APBD tatkala mereka masih menjabat.

Berdasarkan informasi, lanjut dia, ada beberapa oknum anggota dewan baru di DPRD NTB yang mengkoordinir pembagian uang kepada rekan-rekannya sesama anggota dewan baru. 

Uang yang dibagikan tersebut merupakan fee dari anggaran program yang akan didapatkan para anggota dewan yang bersumber dari pemotongan Pokir 39 anggota DPRD NTB di periode sebelumnya, namun tidak terpilih kembali.

Informasinya, masing-masing anggota dewan baru akan dijatahkan sebesar Rp. 2 miliar. Akan tetapi tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program atau setara dengan sekitar Rp. 300 juta.

TGH Najamuddin menegaskan, perkara korupsi adalah delik biasa, bukan delik aduan. Sehingga, meskipun pelapor atau pihak terkait mencabut laporan atau sudah berdamai dan islah, proses hukum tetap berjalan. 

Dugaan tindak pidana korupsi tidak bisa dihentikan hanya karena ada perdamaian, islah, dan bahkan pengembalian kerugian negara. Sehingga ia menilai, tawaran islah yang kini berdatangan kepada para mantan anggota yang tidak terpilih lagi itu, sebagai tawaran yang sia-sia.

“Saya menghormati pilihan rekan-rekan sekiranya ada yang ingin menempuh jalan islah. Tapi saya sendiri menolak. Saya meyakini bahwa hukum memiliki caranya sendiri yang tak bisa ditawar oleh kesepakatan pribadi. Tindak pidana korupsi itu kejahatan kepada publik,” tandas TGH Najamuddin.

Soal nama dari oknum dewan yang menawarkan islah, TGH Najamuddin enggan menjawab. Yang pasti, tawaran itu berdatangan, dan masih menyasar rekan-rekannya yang lain hingga saat ini.

"Kasus dugaan bagi-bagi uang siluman di DPRD NTB ini sudah menjadi konsumsi publik. Sudah memiliki konsekuensi hukum, dan kini sedang berproses di kejaksaan. Sungguh tidak pantas jika ada mantan Anggota dewan yang memang masih memiliki hak atas program Pokir, memiliki pikiran bahwa dengan islah kasus hukum selesai," tandasnya.


Pewarta: Multasri. 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close