Breaking News

LSM Garuda Geruduk Bank Mandiri Soal Dugaan Upal di Mesin ATM

Kasus Uang Palsu di Bank Mandiri NTB
Masa aksi yang tergabung di LSM Garuda dengan jumlah sekitar 100 orang, tengah berjalan menuju ke Kantor Bank Mandiri Cabang Mataram, Kamis (07/08/2025), sambil membawa spanduk bertuliskan 'Selamatkan ATM dari Uang Palsu'.

Mataram (postkotantb.com)- Masa aksi dari LSM Garuda yang dipimpin direkturnya, M. Zaini, akhirnya menepati janjinya untuk aksi demo ke Kantor Bank Mandiri Cabang Mataram, Kamis (07/08/2025). 

Kedatangan lembaga ini bersama masa sekitar 100 orang, untuk menuntut keseriusan pihak manajemen bank dalam menangani kasus dugaan uang palsu (Upal) di ATM Bank Mandiri di Renteng, Praya, yang dialami salah satu nasabah atas nama Kasmiati

Setelah berorasi, LSM Garuda dan  beberapa orang perwakilan pun diterima audiensi oleh Manager Operasional dan Manager Support bank tersebut. Sedangkan Pimpinan utama tidak bisa menemui masa aksi, karena masih ada kegiatan lain.

Dalam hearing, manajemen bank mengklaim bahwa uang yang diambil nasabah tersebut dari ATM asli dan merasa hal itu telah dijelaskan dan diselesaikan bersama nasabah yang bersangkutan.

Namun kedua manajer itu enggan untuk membuatkan berita acara yang menyebut bahwa uang yang dikeluarkan dari ATM asli, sebagai jaminan. Hal ini kian menambah kecurigaan Direktur LSM Garuda, M. Zaini. 

Di sisi lain, pihaknya menyimpulkan pihak Bank Mandiri masih belum menunjukkan komitmen konkritnya untuk menangani kasus tersebut. "Kedatangan kami kali ini untuk lebih menekankan agar bagaimana keseriusan masalah ini. jika kasus seperti ini terjadi lagi akan merugikan nasabah lainnya," timpalnya.

Zaini menegaskan, sesuai Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), konsumen berhak memperoleh keamanan, kenyamanan, dan keselamatan atas produk atau jasa yang digunakan, termasuk layanan ATM.
 

"Pasal 4 UUPK juga menegaskan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar dan hak atas kompensasi jika mengalami kerugian. Dalam kasus ini, Bank Mandiri berkewajiban untuk menelusuri asal uang tersebut dan memberikan ganti rugi kepada nasabah yang dirugikan," tegasnya.

"Tidak ada alasan pembenaran bahwa kesalahan vendor menghapus tanggung jawab bank sebagai pihak penyedia jasa," sambungnya.

Begitu juga pada Pasal 7 UUPK. Pasal ini mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu produk atau jasa yang diberikan kepada konsumen. Dalam hal ini, uang yang keluar dari ATM merupakan bagian dari layanan perbankan yang harus dijamin kualitas dan keasliannya. 

Kelalaian dalam pengawasan terhadap vendor bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kewajiban hukum bank. Selain dari aspek perlindungan konsumen, persoalan ini juga berpotensi masuk ke ranah hukum pidana.

Jika hal ini dilanggar, lanjut Zaini, maka akan berimplikasi juga kepada pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sekaligus  Undang-Undang RI nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. 

Pasal 26 pada undang-undang ini, menurutnya, telah menegaskan, siapa pun yang dengan sengaja menyimpan, mengedarkan, atau menggunakan upal, dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp. 10 miliar. 

"Meski tidak ditemukan unsur kesengajaan secara langsung, kelalaian yang menyebabkan peredaran upal tetap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum," terangnya.
 
Jika terbukti bahwa vendor tidak melakukan pengecekan keaslian uang sebelum dimasukkan ke ATM, maka perbuatan itu dapat dianggap sebagai bentuk kelalaian berat yang berdampak hukum pidana. Sementara itu, Bank sebagai pemilik dan penanggung jawab mesin ATM dapat turut dikenai pertanggungjawaban sebagai pelaku korporasi.

Begitu pula dalam KUHP Pasal 55 dan 56 menegaskan bahwa yang turut serta atau membantu terjadinya tindak pidana, baik secara aktif maupun pasif, dapat dikenai sanksi hukum yang sama dengan pelaku utama. 

"Dalam hal ini, kegagalan Bank Mandiri dalam memastikan uang yang beredar melalui ATM-nya adalah asli, membuka ruang pertanggungjawaban hukum pidana maupun perdata," timpalnya.

Selain itu, Pasal 360 KUHP juga menegaskan bahwa siapa pun yang karena kelalaiannya menyebabkan kerugian bagi orang lain, dapat dikenai pidana penjara. Dalam konteks ini, kerugian yang diderita nasabah berupa kehilangan nilai ekonomis karena menerima upal dapat dianggap sebagai akibat nyata dari kelalaian tersebut.
 
“Kami hanya datang untuk meminta keseriusan permasalahan ini diselesaikan dengan tuntas, agar nasabah dan masyarakat tidak dirugikan," tandas Zaini.

Pewarta: Syafrin Salam. 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close