Breaking News

Geledah Kantor Pertanahan, Kejari Mataram Sita 36 Item Dokumen Berkaitan Kasus Korupsi Aset Pemkab Lobar di Labuapi

Kasus Korupsi Aset Pemkab Lobar
Usai melakukan penggeledahan di sejumlah ruangan Kantor Pertanahan Lombok Barat (Lobar), Tim Penyidik Pidsus Kejari Mataram berhasil menyita sejumlah item dokumen yang dinilai berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi aset Pemkab Lobar, Selasa (23/09/2025).

Lombok Barat (postkotantb.com)- Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram mendatangi Kantor Pertanahan Lombok Barat (Lobar), Selasa (23/09/2025). Kedatangan tim ini untuk menggeledah kantor tersebut, berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi aset tanah pertanian Pemkab Lobar di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, tahun 2018 sampai dengan tahun 2020.

Tim Penyidik Pidsus yang dipimpin Kasi Pidsus Mardiyono, SH.,MH. didampingi Kasi Intelijen M. Harun Al Rasyid, SH. MH. Kedatangan tim ini sekitar pukul 09.30 wita, dan penggeledahan pun dilakukan di beberapa ruangan.

"Antara lain Bidang Pendaftaran dan Penetapan Hak, Bidang Pengukuran, Bidang Sengketa dan di ruangan Arsip milik Kantor Pertanahan/ BPN Lobar," beber Kasi Intelijen M. Harun Al Rasyid, SH. MH, dalam rilis resminya.

Pelaksanaan penggeledahaan berlangsung beberapa jam, dan pada siang sekitar pukul 13.00 wita selesai. Hasilnya, Tim Penyidik berhasil mengamankan sekitar 36 item dokumen yang dinilai berhubungan dengan kasus tersebut.

"Penggeledahan selesai dilaksanakan  dan semua dokumen langsung dibawa menuju Kantor Kejari Mataram," jelasnya.

Kasus ini, kata Harun, tengah dalam proses penyidikan Kejari Mataram. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB saat ini tengah melakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) terhadap kasus ini.

“Perhitungan kerugian negara kini masih proses,” tandasnya.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Mataram, Mardiyono sebelumnya menjelaskan, tanah yang menjadi objek perkara seluas 36 are dan semula berstatus sebagai tanah pecatu milik Desa Karang Sembung. Namun, lahan tersebut berubah status menjadi milik pribadi dan dijual pada 2020 seharga Rp180 juta.

“Penyimpangannya jelas, tanah milik negara hilang. Modusnya klasik, ada gugatan, lalu berdamai, muncul putusan. Berdasarkan putusan itu, tanah dijual oleh pihak yang menang, padahal belum tentu dia pemilik sah,” terang Mardiyono.

Dari total nilai transaksi Rp360 juta, pembeli baru membayar setengahnya. Sisanya dijanjikan setelah tidak ada persoalan hukum. Namun karena kasus mencuat, pembayaran tidak dilanjutkan. Saat ini, tanah tersebut telah disita sebagai barang bukti.

Menurutnya, tanah pecatu tersebut berada di wilayah administratif Desa Bagik Polak, tetapi tercatat sebagai aset Desa Karang Sembung.

“Lucunya, tanah itu bukan milik Desa Bagik Polak, tapi dijual oleh aparatnya,” ujarnya.

Persoalan muncul sejak program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018, ketika tiba-tiba terbit sertifikat atas nama pribadi Kepala Desa Bagik Polak. Padahal, berdasarkan arsip warkah dan SK Bupati, lahan tersebut adalah milik Pemda Lombok Barat dan digunakan sebagai tanah pecatu oleh Desa Karang Sembung.

“Sertifikat itu sekarang atas nama pembeli terakhir. Sebelum dijual, itu tanah pecatu Karang Sembung. Tapi kemudian dialihkan oleh Kades Bagik Polak,” kata Mardiyono.

Dia menambahkan, SK sertifikat sempat dibatalkan setelah diprotes warga, namun lahan tetap berpindah tangan.

Dalam kasus ini, penyidik telah membidik satu orang sebagai calon tersangka. “Untuk sementara, calon tersangkanya satu orang, tapi tidak menutup kemungkinan bertambah. Indikasi kuatnya mengarah ke aparat desa,” pungkasnya. 


Pewarta: Syafrin Salam. 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close