Breaking News

Deadlock di Meja Mediasi: BFI Finance Sumbawa Berlindung di Balik Kebijakan Pusat, Nasib Konsumen Tak Jelas

 

Deadlock di Meja Mediasi: BFI Sumbawa Berlindung di Balik Kebijakan Pusat, Nasib Konsumen Tak Jelas
Suasana Mediasi di kantor Cabang BFI Sumbawa bersama pihak BFI, Nasabah dan Personil kepolisian Polres Sumbawa. Foto Ist/Syaiful Marjan/postkotantb.com



Sumbawa Besar, (postkotantb.com) — Upaya penyelesaian sengketa antara konsumen dan lembaga pembiayaan menemui jalan buntu. Pertemuan yang dikemas dalam bingkai silaturahmi antara sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pihak BFI Cabang Sumbawa terkait kasus penahanan kendaraan milik nasabah yang diwakili Agus berakhir tanpa solusi konkret. Alih-alih titik temu, pertemuan tersebut justru memantik kekecewaan mendalam dan membuka rencana eskalasi konflik ke jalur hukum serta aksi unjuk rasa.

Pertemuan yang berlangsung pada Rabu siang (24/12/2025) di ruang kantor BFI Cabang Sumbawa itu dihadiri oleh Yuda selaku Manajer Bisnis BFI Cabang Sumbawa, Agus sebagai perwakilan nasabah, kemudian perwakilan staf Polres Sumbawa.

Sejak awal pertemuan, perwakilan LSM Gempar NTB, Rudini, menegaskan bahwa kehadiran pihaknya bukan untuk mencari konflik, melainkan mendorong penyelesaian yang adil, objektif, dan sesuai ketentuan hukum. LSM meminta agar BFI membuka ruang kebijakan berupa tenggat waktu pelunasan yang manusiawi serta mengembalikan kendaraan konsumen yang ditahan oleh pihak penagih dari perusahaan pihak ketiga.

Tak hanya itu, Rudini juga menyoroti kerja sama antara BFI dan PT Global selaku pihak ketiga dalam proses penagihan. Ia mendesak transparansi menyangkut dasar hukum, mekanisme kerja sama, serta legalitas tindakan penahanan kendaraan yang dinilai sepihak dan merugikan konsumen.
Senada dengan itu, Aron dari LSM G/Fakta menegaskan, bahwa tindakan penyitaan kendaraan seharusnya dilakukan melalui mekanisme hukum yang sah. Menurutnya, penyitaan tanpa putusan pengadilan berpotensi melanggar hak konsumen dan bertentangan dengan prinsip keadilan hukum.

Menanggapi berbagai sorotan tersebut, Yuda menyampaikan bahwa pihak BFI telah melayangkan empat kali surat penagihan kepada Bapak Agus dan mengklaim telah memberikan waktu yang cukup untuk pelunasan. Ia menyebutkan bahwa langkah yang diambil perusahaan telah sesuai dengan prosedur internal karena dinilai tidak ada respons memadai dari pihak konsumen.

Namun, pernyataan itu dibantah langsung oleh Bapak Agus. Ia mengungkapkan bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan pihak BFI dan penagih sejak awal, bahkan datang langsung ke kantor BFI pada 12 Desember 2025 dengan membawa uang untuk membayar dua kali angsuran tunggakan. Sayangnya, pembayaran tersebut ditolak, dan pihak BFI meminta pelunasan tiga kali angsuran sekaligus.
“Saya menyanggupi dan meminta waktu dua hari. Saya bahkan meminta dibuatkan surat pernyataan apabila saya ingkar janji,” ungkap Agus.

Masalah justru kian rumit ketika keesokan harinya Agus didatangi seseorang yang mengaku dari pihak BFI di lokasi usahanya di pasar. Ia diminta datang ke kantor PT Global. Tanpa curiga, Agus memenuhi permintaan tersebut, namun di sanalah ia menyadari bahwa pihak yang dihadapinya adalah debt collector (DC). Di kantor PT Global, Agus mengaku terjadi perdebatan sengit. 

Ia bahkan ditawari “uang penanganan” sebesar Rp 8 juta sebagai syarat penyelesaian. Tawaran itu ditolaknya karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan. Lebih ironis, surat kesepakatan yang dijanjikan hanya dikirim melalui WhatsApp dalam bentuk pdf tanpa tanda tangan resmi.
“Saat ini saya bahkan membawa uang angsuran lima kali lebih besar dari tunggakan saya, sekitar Rp21 juta, dengan harapan ada kebijakan. Tapi tetap tidak ada solusi,” ujar Agus mewakili  

Di sisi lain pihak BFI menegaskan, bahwa kebijakan hanya bisa diberikan selama masih dalam koridor aturan perusahaan. Ketika diminta membuka data dan skema kerja sama dengan pihak ketiga, BFI memilih menutup rapat informasi tersebut dengan alasan kerahasiaan internal.

Puncaknya BFI menyatakan, bahwa satu-satunya jalan penyelesaian adalah pelunasan penuh. Konsumen disebut telah masuk daftar hitam (blacklist), sementara kendaraan yang disengketakan di klaim sudah berada dalam penguasaan BFI dan bahkan telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga.

Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari pihak konsumen dan LSM pendamping. Mereka menilai pertemuan itu tidak lebih dari formalitas tanpa itikad menyelesaikan persoalan secara adil.
Dengan tegas, Agus bersama LSM menyatakan menolak hasil pertemuan dan memastikan akan menempuh langkah lanjutan berupa laporan resmi ke Polres Sumbawa serta rencana aksi unjuk rasa dalam waktu dekat. Ancamnya. (Jhey)

Pewarta: Syaiful Marjan

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close