Breaking News

Menguak Tabir Dugaan Penyelewengan Alokasi Dana Desa


Oleh 
SYAMSUL HADI KUSMANTO
Penulis merupakan Wartawan Post Kota NTB
(Kepala Biro Sumbawa)
 
Menandai telah disahkannya Rancangan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, menjadi Undang-undang, banyak hal yang menjadi kekhawatiran rakyat di tengah supremasi hukum masih berjalan setengah hati. Bagaimana tidak, akses Alokasi Dana Desa (ADD) yang terbilang Wah…. fantastis banyaknya di tahun ini, dikhawatirkan berpotensi menimbulkan dugaan praktik penyimpangan dan penyalahgunaan ADD dalam bentuk skala besar oleh desa. 

Pemerintah mengupayakan kesejahteraan di desa bisa terus meningkat, sebagaimana yang dilansir di beberapa media nasional beberapa waktu lalu,.Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan, Anggaran Dana Desa pada tahun 2018 mendatang akan meningkat 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah. Untuk diketahui, dana transfer ke daerah pada APBN 2017 sebesar Rp 764,9 triliun.Menurutnya, dana desa yang bersumber dari APBN 2018 itu nantinya akan dialokasikan dengan memperhatikan dua aspek, yakni pemerataan dan keadilan. Karena itu maka pada 2018 nanti porsi antara pemerataan dan keadilan ditunjukkan dengan persentase alokasi dasar, tetapi akan memperbesar bobot dari pada 4 kriteria, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah,dan tingkat kesulitan geografis. Sebagai informasi, anggaran dana desa tahun 2016 sebesar Rp 46,9 triliun dan pada tahun ini meningkat menjadi Rp 60 triliun. Sedangkan realisasi dana desa tahun 2016 sebanyak 53,67 persen dan tahun 2017 sudah terserap 50,91 persen. Memasuki tahun 2015-2016, di Kabupaten Sumbawa sedikitnya ada 7 (Tujuh) Desa yang saat ini diduga bermasalah akibat penggunaan anggaran yang tidak sehat. adalah Desa Pamanto Kecamatan Empang, Desa Lape Kecamatan Lape, Desa Labuhan Burung Kecamatan Buer, Desa Lunyuk Rea Kecamatan Lunyuk, Desa Lenangguar Kecamatan Lenangguar, Desa Labuhan Mapin Kecamatan Alas Barat, dan Desa Sebewe Kecamatan Moyo Utara.

Hal ini dapat kita lihat dari laporan yang disertai aksi maupun audiensi masyarakat desa di halaman kantor desa, BPMPDes, dan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa beberapa bulan terakhir ini. Unjukrasa yang ditengarai ketidak adanya keterbukaan/transparansi terhadap pengelolaan anggaran oleh desa, menjadikan desa-desa yang ada di Kabupaten Sumbawa tidak luput dari sasaran aksi masyarakat yang menuntut adanya prinsip pengelolaan ADD yang transparan, akuntabel, dan partisipatif dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam setiap pembahasan anggaran. 

Beberapa desa yang saat ini tengah menjadi sorotan melalui pemberitaan media dan masyarakat melalui aksi unjukrasa maupun audiensi di internal desa dan Kejaksaan sepanjang tahun 2015/2016 adalah Desa Pamanto  Kecamatab Empang dengan dugaan penyimpangan/penyalahgunaan ADD, yang masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang dilaporkan oleh masyarakat. Seperti diberitakan, penggunaan dana Desa Pamanto, Kecamatan Empang, diduga terjadi penyelewengan. Dugaan penyelewengan berupa pengerjaan program yang diduga fiktif. Selain itu juga ada pelaksanaan proyek fisik yang diduga tidak sesuai spesifikasi.

Diketahui Desa Pamanto mendapatkan dana sebesar Rp 800 juta pada tahun 2015 lalu. Desa tersebut kembali mendapatkan kucuran dana desa sebesar Rp 1,4 miliar. Pada tahun 2016. Dimana ada sejumlah pekerjaan yang tidak dilakukan tetapi dibuat seolah-olah dilaksanakan. Seperti pengadaan barang dan pembangunan drainase. Tetapi proyek tersebut sebenarnya tidak ada alias fiktif.

Dari pengecekan yang dilakukan  pihak Kejaksaan, kerugian negara ditaksir sekitar Rp 800 juta lebih dari dua tahun anggaran.kerugian negara dalam kasus ini bisa bertambah. Mengingat dugaan kerugian negara yang ada baru dari dugaan program fiktif. Belum termasuk pelaksanaan proyek yang diduga tidak sesuai spesifikasi.
 
Desa-desa yang telah mengalami reposisi pasca disahkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pada tanggal 15 Januari 2014, diharapkan akan mampu menciptakan kondisi yang kondusif di kalangan masyarakat desa. Dengan anggaran yang saat ini dikelolanya yang jumlahnya berlipat, jauh di atas jumlah anggaran yang sebelumnya tersedia di desa itu sendiri, untuk dapat mewujudkan masyarakat desa yang adil secara politik, dan sejahtera secara ekonomi. 
 
Dinamika yang terjadi di desa, pasca disahkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, menjadi agenda baru Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk menganalisis permasalahan desa yang saat ini banyak menuai kontroversi dengan anggaran yang dikelolanya di tengah masyarakat desa yang saat ini banyak melakukan demonstrasi. 
 
Dari hasil diskusi kami dengan salah satu wartawan di Kabupaten Sumbawa, menuturkan, dalam sepekan ini banyak laporan masyarakat yang masuk yang diterima oleh pihak Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang materinya adalah mengenai dugaan penyimpangan/penyalahgunaan ADD. Mulai dari Anggaran Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2017. 
 
Pertanyaanya adalah, bagaimanakah sikap yang dimiliki oleh Camat di wilayah terkait, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (BPMPDes), DPPKAD, Inspektorat, maupun Pendamping Desa itu sendiri? Sehingga dengan mudahnya desa-desa terkait terindikasi melakukan praktik dugaan penyimpangan/penyelewengan ADD. Mengingat masih maraknya kasus dugaan korupsi di desa, dengan variatifnya karakteristik desa, kompetensi aparat dan regulasi yang relatif baru, diduga terdapat cukup banyak potensi korupsi dalam tiap tahapan penyaluran dana desa. Seperti, proses perencanaan dalam RPJMdes, RKPdes dan APBdes, yang rawan elit capture, rencana penggunaan anggaran yang tidak sesuai aturan 70% pembangunan dan 30% operasional. 
 
Pelaksanaan kegiatan pembangunan, pemberdayaan, dan kegiatan pemerintahan yang rawan nepotisme, tidak transparan, dan korupsi. Pengadaan barang/jasa penyaluran dan pengelolaan dana yang rawan mark up, tidak transparan, rekayasa, dan korupsi. Pertanggungjawaban (minimal 2 kali) yang rawan rekayasa, laporan/fiktif, tidak transparan. Dan yang terakhir Monitoring dan evaluasi yang rawan formalitas administrasi. 
 
Atas besarnya potensi dugaan korupsi dalam penyaluran dana ke desa tersebut, diperlukan kajian untuk memetakan potensi resiko dalam pengelolaan keuangan desa untuk kemudian dirumuskan solusi yang mampu meminimalkan resiko-resiko yang ada. Sehingga, tujuan awal dari dirumuskan kebijakan dana desa dapat terarah dan tepat sasaran, untuk memajukan perekonomian masyarakat desa dan mengatasi kesenjangan pembangunan nasional dapat terwujud. 
 
Hal ini sejalan dengan tujuan dari pelaksanaan ADD, berdasarkan Permendagri No. 37 tahun 2007, yang mengatakan, Pertama, ADD bertujuan untuk peningkatan aspek pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik dalam rangka mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk pemberdayaan dan perbaikan taraf hidupnya. 
 
Kedua, azas dan prinsip pengelolaan ADD yaitu transparan, akuntabel, dan partisipatif. Artinya ADD harus dikelola dengan mengedepankan keterbukaan, dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan juga harus melibatkan peran serta aktif segenap masyarakat setempat. Ketiga, ADD merupakan bagian yang integral (satu kesatuan/tidak terpisahkan) dari APBDesa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporannya. 
 
Keempat, Penggunaan ADD ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional desa, dan sebesar 70% untuk belanja pemberdayaan masyarakat. Kelima, diperlukan pelaporan atas setiap kegiatan yang dibiayai dari anggaran ADD secara berkala (bulanan) dan laporan hasil akhir penggunaan ADD. Laporan ini terpisah dari pertanggungjawaban APBDesa. 
 
Hal ini sebagai bentuk pengendalian dan monitoring serta bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah. Menganalisis mekanisme penyaluran dan penggelolaan ADD di atas, terdapat banyak peluang potensi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi anggaran. Tentu dalam hal ini, diharapkan kepada semua pihak, pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengambil kebijakan dan tindakan yang dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Serta mengajak dan mendorong keterlibatan masyarakat umum maupun organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama mendukung upaya perbaikan sistem, mengumpulkan informasi serta memantau dan mengawasi pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan di Desa. (*) 

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close