Breaking News

Johan Rosihan: Impor Pangan Bentuk Penjajahan Baru Bagi Kemandirian Pangan

Anggota DPR RI H. Johan Rosihan menyebut impor pangan sebagai penjajahan gaya baru kemandirian pangan
Jakarta (postkotantb.com)- Anggota Komisi IV DPR RI, H. Johan Rosihan, ST menilai saat ini pemerintah belum tegas menolak impor pangan sebagai bagian dari membangun kemandirian pangan Indonesia.

Hal ini disampaikan Johan sebagai refleksi pada hari kemerdekaan 75 tahun Indonesia merdeka, melalui siaran pers dari Senayan, sebelum ia pulang ke Sumbawa untuk merayakan upacara khusus HUT RI di halaman Rumah Aspirasinya di kawasan Bukit Permai, Samawa Rea. Upacara ini akan dihadiri para kader PKS, teman dan sahabat Johan dari SD hingga SMA dan mahasiswa.

Dengan tegas mantan Ketua KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) Provinsi NTB ini mengkritisi pemerintah soal kemandirian dan kedaulatan pangan, justru disaat Indonesia terancam resesi sekarang ini.

Karena itu, Johan memaknai dengan lugas,  bahwa ketergantungan impor pangan sebagai bentuk penjajahan baru bagi kemandirian dan kedaulatan pangan Indonesia yang secara de jure dan yuridis telah 75 tahun berdaulat penuh dari kolonial penjajahan.

Menurut Johan, saat ini sistem dunia telah membentuk relasi ketergantungan suplay pangan yang selalu dikuasai oleh negara-negara maju.

Pola hegemoni pangan untuk menciptakan ketergantungan pangan, lanjutnya, adalah lahir dari semangat kolonialisme dan imperialisme.

"Oleh karena itulah, saya mengingatkan pada momentum 75 tahun Indonesia merdeka agar kita segera melepaskan diri dari cengkraman penjajahan pangan, yakni dengan cara focus membangun kemandirian dan kedaulatan pangan kita," ujar Johan.

Politisi senior PKS ini mengungkapkan bahwa impor komoditas pangan kita mulai melonjak drastis  sejak 2014 hingga sekarang.

"Pada tahun 2014, impor untuk delapan komoditas pangan saja telah mencapai 22 juta ton dan bahkan pada tahun 2018 impor pangan mencapai lebih dari 28 juta ton. Sedangkan saat tahun 2020 ini pada bulan Maret lalu saja terjadi peningkatan impor hortikultura, seperti buah dan bawang putih dari China dan negara lainnya," papar Johan.

Legislator dari dapil NTB 1 Pulau Sumbawa ini, ingin mengingatkan pesan dan amanat dari Presiden Soekarno pada saat acara peletakan batu pertama Fakultas Pertanian UI yang merupakan cikal bakal Institut Pertanian Bogor pada tahun 1952 di Bogor.

Pesan Bung Karno saat itu, menurutnya, bahwa pertanian merupakan persoalan penting bagi bangsa dan negara, serta masalah ketahanan pangan merupakan persoalan hidup dan mati yang jika diabaikan maka kita akan mengalami malapetaka.

"Berdasarkan pesan tersebut, maka pemerintah seharusnya selalu berupaya membangun kemandirian pangan dalam negeri, meningkatkan produksi pangan dalam negeri, menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup dan mutu yang layak serta berbagai kebijakan komprehensif untuk menghentikan ketergantungan impor pangan," tegas politisi yang meniti karir konsisten dengan kesederhanaan dan kebersahajaannya.

Alumni Universitas Mataram ini menyatakan merasa prihatin dengan sejarah riwayat impor pangan Indonesia. Dia mencontohkan, pada tahun 1998 dan 1999, Indonesia pernah menjadi importir beras terbesar di dunia, sedangkan untuk komoditi gula pasir, pernah menjadi importir terbesar kedua setelah Rusia, padahal sebelum merdeka pada tahun 1930-an, kita mengekspor gula pasir dalam skala besar di dunia.

Demikian juga komoditi yang lain. Dia menyebut saat ini, seperti daging sapi/kerbau, buah-buahan, sayuran dan bawang putih yang memiliki ketergantungan impor mencapai 90 persen.

Johan mendorong pemerintah untuk melawan hegemoni impor dengan cara bekerja keras membangun kemandirian pangan, yang memiliki indikator yang jelas dan terukur, seperti ketersediaan pangan nasional yang berasal dari produksi pangan dalam negeri, meningkatkan daya saing produk pangan dalam negeri serta menghentikan kebijakan impor pangan demi kemandirian pangan di negeri sendiri. (DM212).

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close