![]() |
Anggota Komisi I DPRD NTB, H. Najamuddin Moestofa, Fraksi PAN |
Mataram (postkotantb.com)- Pengajuan hak interpelasi yang sempat disuarakan DPRD NTB untuk mempertanyakan persoalan hutang daerah tahun 2020 serta tata kelola keuangan daerah, sampai saat ini belum ada kejelasan.
Dikonfirmasi, Rabu (10/3), anggota Komisi I DPRD NTB, H. Najamuddin Moestofa menilai, pengajuan hak interpelasi kian meredup. "Intinya Dewan ini tidak konsen dalam melaksanakan pekerjaannya. Padahal ini sudah menjadi tugas dewan dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah," ungkapnya.
Diakui, redupnya gerakan sejumlah anggota dewan dalam memperjuangkan hak interpelasi, karena dipengaruhi suhu politik di lingkup legislatif yang cukup kuat. Hal tersebut terbukti. Sebelumnya, beberapa dari anggota dewan telah setuju untuk pengajuan Hak interpelasi.
"Interpelasi ini kan sifatnya politis, tergantung mainannya di DPRD NTB. Kemarin sudah 10 orang yang setuju dan bahkan masalah ini mengerucut. Kok sekarang malah cerita itu hilang. Ada yang katakan iya dan ada yang katakan tidak. Kalau begini riilnya, sebaiknya dewan gak usah bunyi," kritiknya.
Kendati demikian, Najamuddin berkomitmen akan terus memperjuangkan hak tersebut sembari menunggu tindak lanjut janji Pemprov NTB untuk menyelesaikan kewajiban hutang daerah.
"Kita menunggu sampai 15 Maret ini. Kalau masih tidak terbayar kami akan ributkan lagi masalah hutang daerah. Kami juga akan terus memantau pertanggungjawaban gubernur. Ini kan pergerakan politik untuk membuka semua masalah yang buntu. Sebenarnya, interpelasi sebagai solusi yang efektif,"paparnya.
"Kita membuka panggung secara legal terhadap gubernur untuk pertanggungjawabkan kebuntuan masalah yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu dewan harus betul-betul memanfaatkan hak interpelasi. Ini juga menguntungkan gubernur. Dalam panggung resmi gubernur bisa menjelaskan tuduhan-tuduhan yang mengarah ke gubernur," pungkasnya.(RIN)
0 Komentar