Kabupaten Bima, (postkotantb.com) — Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Pemuda Pemerhati Hukum Nusa Tenggara Barat DPD IMPERIUM NTB mengecam keras langkah Polres Kabupaten Bima yang menerapkan Restorative Justice (RJ) terhadap perkara penganiayaan bersama di muka umum yang melibatkan MMS, anggota DPRD Kabupaten Bima.
DPD Imperium NTB menilai kebijakan tersebut cacat hukum, melanggar peraturan internal kepolisian, serta mengindikasikan adanya dugaan konspirasi antara oknum penyidik dengan oknum anggota DPRD Kabupaten Bima guna menyelamatkan tersangka dari jeratan hukum pidana.
Sebagaimana diketahui, MMS telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama di muka umum bersama dua orang lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 170 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun 6 bulan penjara. Penetapan tersangka tersebut tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/120/XII/2025/Reskrim tanggal 01 Desember 2025 yang dikeluarkan oleh penyidik Reskrim Polres Kabupaten Bima.
Namun, alih-alih menegakkan hukum secara konsisten, Polres Kabupaten Bima justru memilih jalan restorative justice yang secara terang-benderang bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021, karena perkara ini, Merupakan tindak pidana Diancam pidana di atas 5 tahun penjara. Artinya bahwa Restorative Justice Tidak Berlaku untuk Kejahatan Kekerasan Berat.
Ketua DPD Imperium NTB , Muhammad Ramadhan menegaskan, bahwa penerapan restorative justice dalam perkara ini tidak bisa dilepaskan dari dugaan kuat adanya permainan dan kompromi di balik layar.
“Kami mencium adanya dugaan konspirasi antara oknum penyidik Polres Kabupaten Bima dengan oknum anggota DPRD untuk menghentikan proses hukum melalui skema restorative justice. Ini bukan lagi soal damai atau tidak damai, ini soal penyalahgunaan kewenangan dan pembangkangan terhadap aturan hukum,” tuding M Ramadhan kepada postkotantb.com Ahad (14/12/2025).
Menurutnya, jika perkara penganiayaan berat yang sudah memiliki tersangka dan ancaman pidana di atas lima tahun dapat dihentikan secara damai, maka keadilan pidana telah direduksi menjadi transaksi kepentingan.
“Hukum pidana tidak boleh tunduk pada jabatan. Ketika seorang anggota dewan diperlakukan istimewa, sementara rakyat biasa diproses hingga penjara, maka yang kita hadapi adalah ketidakadilan struktural,” lanjutnya.
Desakan Penahanan Kembali
DPD Imperium NTB mendesak Polres Kabupaten Bima untuk segera membatalkan skema restorative justice dan melakukan penahanan kembali terhadap oknum MMS sesuai dengan ketentuan KUHAP, mengingat, Ancaman pidana di atas 5 tahun ‘ Perbuatan dilakukan secara bersama-sama, Potensi menghilangkan barang bukti Potensi mengulangi perbuatan, Potensi mengintervensi saksi dan korban. Dan juga ia merupan contoh tauladan dan pejabat publik.
“Tidak ada alasan hukum untuk tidak melakukan penahanan. Jika Polres Kabupaten Bima tetap bersikukuh, maka patut diduga ada upaya sistematis untuk melindungi pelaku,” ujar M Ramadhan.
Semakin hilang Kepercayaan Publik terhadap Institusi Polri
DPD Imperium NTB mengingatkan, bahwa pembiaran terhadap praktik ini akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian serta menciptakan preseden berbahaya bagi penegakan hukum di daerah.
“Kami tidak akan diam ketika hukum dipermainkan. Penegakan hukum harus berdiri di atas aturan, bukan di bawah meja kompromi,”tutup M Ramadhan.
Terpisah Kasat Reskrim Polres Kabupaten Bima AKP Abdul Malik.SH ketika di komfirmasi media ini via WhatsApp menegaskan, Mereka belum damai, belum Nggak benar itu dan saat ini belum nggak tahu besok atau lusa, untuk saat ini belum. Tegasnya singkat. (Babe)


0 Komentar