Breaking News

Polemik Widyaiswara dan BPSDM Tuntas

Sekda NTB, Drs. H. L. Gita Ariadi

Komunikasi Kedua Belah Pihak Kembali Terbuka

Mataram (postkotantb.com)– Polemik di tubuh Widyaiswara dengan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) diklaim tuntas. Sebelumnya, para senior yang pernah menjabat di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB ini melakukan mogok kerja.

Sekda NTB, Drs. H. L Gita Ariadi mengatakan bahwa dirinya sudah mengumpulkan para anggota widyaiswara dengan agenda rapat tertutup di Ruang Rapat Utama Gubernur, Selasa kemarin.

Adapun perwakilan widyaiswara yang hadir di antara yaitu, L Syafi’i, Hairul Masu, Irfan Rayes ,Lalu Sazim, Wibowi dan yang lainnya yang juga mewakili widyaswara lain. Hadir juga dalam agenda rapat itu, Kepala BPSDM NTB, Kepala Inspektorat, Asisten III dan Kepala BKD untuk mencermati fenomena hubungan internal BPSDM.

Dari hasil pertemuan itu, kata sekda setidaknya ada tiga kesimpulan melalui forum yang diadakan bersepakat melebur, dan meniadakan serta menghentikan perbedaan pendapat dengan tidak ada lagi saling menuding berlebihan melalui media atau apapun.

” Sama-sama sudah introspeksi untuk mencari penyelesaian bersama. Jadi komunikasi yang tersumbat terbuka lagi,” yakinnya.

Gita juga mengatakan, semua sudah bersepakat selesai masalahnya tidak ada lagi pemberitaan yang lain. Yang ke dua Sekda meminta kepada kepala BPSDM untuk menerapkan disiplin sebagai mana peraturan dan ketentuan yang ada untuk widyaiswara karena bukan ASN biasa.

“Widyaiswara bukan sekedar ASN biasa, beliau adalah penjabat fungsional. Penjabat fungsional kontrol dan sebagainya juga ada, mereka mandiri dan profesional beda dengan ASN struktural,” tegasnya.

Karena widyaiswara bukan ASN biasa lanjut Gita, dalam implementasi pelaksaan tugas juga dimaknai bagai mana bisa bekerja mandiri, termaksud tentang waktu berkerja dan bagaimana melaporkanya dengan ilustrasi sebagaimana dosen adalah ASN.

Kan dosen tidak apel pagi pada saat jam mengajar wajib hadir kemudian memberikan laporan-laporan sesuai ketentuan,” jelasnya lagi.

Sekda juga meminta kepada Kepala BPSDM untuk menjadi laboratorium bagai mana kedepan birokrasi bekerja ketika terjadi pergeseran dari penjabat struktural menjadi fungsional, hal ini di minta seiring dengan penyetaraan sebagaimana yang dimaksud dengan Permenpan no 43 tahun 2019, Permenpan no 28 tahun 2018.

” Itu yang kita garap sekarang karena sebagaimana janji presiden Jokowi,” imbuhnya.

Gita juga menjelaskan bahwa dalam menciptakan iklim investasi yang baik memangkas rezim-rezim perizinan maka ketika penyetaraaan dan penyederhanaan birokrasi, rezim perizinam dan OPD dipangkas eslon empat dengan tujuan untuk iklim investyang baik dengan kemudahan proses dan lainnya dengan tidak banyak tingkatan. Dan seiring dengan reformasi birokrasi ada Omnibus Law.

“Omnibus law jugakan ok, itu aturan yang baik di simpelkan menjadi satu aturan kemudian PP-nya mengatur,” beber Gita.

Lebih lanjut gita mengatakan bahwa fungsional adalah introdusir Jokowi menagenalkan banyak pegawai yang akan kerja di rumah. Dia juga meminta kepada Kepala BPSDM untuk mendisain bagaimana bekerja dari rumah yang akan menjadi trend kedepan uang hanya struktural saja.

“Demikian juga widyaiswara, pendidikan, mengajar, melatih tugasnya. Bukan hanya diam di kelas dia harus bekerja juga itu makna mandiri yang saya minta kepasa BPSDM dan sepakat itu awalnya,” jelasnya.

Gita mengatakan bahwa jam apel yang dipermasalahkan dirinya menerapkan aturan hitam putihnya ada. Ia mengatakan juga TPP itu dulunya setara dengan menjagar dan mengakui widyaiswasi kerja rodi dimana yang dia terima sesuai TPP.

“Karana NTB TPPnya kecil lahirlah perkalan 43 tahun 2015 ada jam wajib mengajar 32 jam, yang dulu sebelum covid-19 32 jam hanya sedikit dan di era ini beban widyaiswara tambah besar dan sulit untuk memenuhi 23 jam itu masalahnya,” sebutnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close