Breaking News

Idul Fitri dan Kesalehan Sosial Dalam Pandangan Dr. Taufik Surachman Direktur Yalla Education Indonesia dan Dewan Pengawas Bank Syariah NTB

 

----
Catatan
Didin Maninggara

----


Gerimis rindu Dr. Taufik Surachman,
seakan ingin Idul Fitri hari ini,
saat tulisan ini saya buat,
Sabtu, 30 April,
usai sholat ashar.

Di kolong nuraninya
bersemayam rindu zikir,
takbir dan tahmid
menggema getarkan jiwa.

Membakar
spiritualitasnya,
ingin jauh dari hiruk pikuk
duniawi yang kebendaan.

Tapi, tidak mungkin!!!
Dr Taufik sadari
di dunia, ladang
beramal kebajikan.

Ladang berbagi kasih
pada sesama hamba.

Ladang yang akan dipanen
untuk bekal hidup kekal
di yaumul akhir,
akhirat kelak.

Pada mata hati Dr. Taufik
ada kesejatian yang sejati dari makna Idul Fitri.

Yakni, salah satu manifestasi ritualitas keberislaman yang dimuliakan Tuhan.

Ia merasakan
ada makna-makna agung
dan rahasia-rahasia indah.

Idul Fitri
dalam perpektif
filologi, ia maknai
mengandung makna الرجوع  (kembali)
dan Al fitri ( الفطر )
yang memiliki beberapa
makna khusus
adalah penyadaran
kembali jati diri manusia.

"Kembali
pada kesucian,
kebersihan
dan kemurnian,"
ucap Dr. Taufik
saat bincang spesial
dengan saya
mengantar Ramadhan
akan pergi dan
menyongsong Idul Fitri
akan segera datang
membawa kemenangan.

Berdasarkan
etimologi bahasa ini,
ia menyimpulkan secara
umum, idul Fitri adalah
kembali kepada kebiasaan
makan minum setelah
berpuasa dan kembali
kepada jati diri yang
sesungguhnya.

Yaitu,
kembali kepada
kesucian, kebersihan
serta kemurnian setelah
menepa jiwa dan raga
ketika bulan ramadhan dengan iman dan
ihtisaban.

Cendikiawan
muslim tersohor,
Prof. Dr. Yusuf Qardhowi
memberikan perumpamaan idul Fitri
sebagai station of life
bagi seorang muslim
dalam membangun peradaban
yang dalam prosesnya
tidak boleh lepas
dari dua aspek penting: spritual dan sosial.

Idul Fitri,
selalu berkaitan dengan
dua makna besar. Makna
spritual dan makna sosial.

Makna spritual,
mengartikulasikan
seseorang tidak boleh
melupakan Tuhannya
ketika dalam
kebahagiaan.

Merayakan kebahagiaan
bukanlah dengan
cara cara
mengikuti hawa nafsu.
Melainkan dimulai
dengan takbir dan salat,
serta mendekatkan diri
kepada Tuhan
yang Maha Esa,
Allah SWT.

Hari raya
bukan berarti bebas dari ibadah dan ketaatan.
Tapi justru
semakin meningkatkan
dan semakin
memperbanyak
ibadah.

Idul Fitri,
dalam perspektif sosial
adalah direpresentasikan
dalam kegembiraan,
kesenangan, dan pakaian baru.

Namun,
seorang muslim terus
berbagi, bagi sesama manusia.  

Idul Fitri,
menjadi momentum
indah orang kaya
berbagi pada kelemahan
orang miskin bertemu dalam cinta, rahmat dan keadilan.***

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close