Terkait tuntutan ganti rugi tanah masyarakat yang kena talut jalan Pengkores Bebuak Kopang
Loteng, (postkotantb.com) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kasta NTB, mendampingi masyarakat desa Bebuak kecamatan Kopang Lombok Tengah (Loteng), terkait lahan mereka yang kena pembangunan penalutan jalan Bebuak Pengkores sepanjang 2,2 Kilo.
Dimana, masyarakat dua desa ini menuntut agar tanah yang terkena pembangunan penalutan jalan tersebut ganti rugi atau sejenis tali asih.
Atas hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Loteng Masadri dengan tegas mengaku, tidak ada alasan untuk memberikan ganti rugi apalagi tali asih. Sebab yang salah adalah masyarakat, kenapa mereka mencapok batas tanah jalan yang sudah ada.
"Lebar tanah untuk jalan itu kurang lebih lima setengah meter, untuk ruas jalannya tiga setengah meter, sedangkan sisanya masuk di jalan penalutan dan tanah penalutan inilah yang di caplok masyarakat, padahal itu milik pemerintah," Katanya di ruang kerjanya, (6/6).
Atas hal itulah, pihaknya tidak ada alasan untuk memberikan ganti rugi apalagi untuk memberikan tali asih. "Tanah itu kan milik pemerintah yang di caplok sama masyarakat, masak itu kita kasih ganti rugi," Ulangnya.
Selain tidak mau memberikan ganti rugi ataupun tali asih, anggaran untuk itu juga tidak ada, sehingga pihaknya tidak bisa memenuhi apa yang diminta.
"Sudah ngambil tanah pemerintah, anggaran untuk pembebasan juga tidak ada, masak itu kita bayar," Ulangnya sambil menerangkan.
Ditanya apa alasannya menuduh masyarakat caplok tanah pemerintah, kabid ini mengaku, ketika jalan tersebut lagi kurang diurus pemerintah, bisa saja batas tersebut mereka ambil, sehingga sisa tanah yang dulunya masuk jalan di caplok jadi miliknya.
Dikatakan, dari ruas jalan yang dikerjakan CV Purwantara di Kecamatan Kopang Loteng, ada 4,3 kilo, dengan anggaran Rp 9,3 Miliar, jalan tersebut ada di jalan Desa Pengkores Bebuak dan Desa Bujak Muncan.
"Untuk jalan Bujak Muncan 2,1 dan jalan Pengkores Bebuak 2,2 kilo, dengan total anggaran Rp 9,3 Miliar," Terangnya.
Dijelaskan, dari 4,3 kilo tersebut, yang melakukan komplain hanya di Desa Bebuak, padahal tanah yang dikomplain, sebelumnya masuk ruas jalan, sedangkan yang lain, mereka malah bersyukur jalan jalan di Desa nya sudah bagus.
"Semua masyarakat bersyukur jalan jalan di Desa nya sudah bagus, hanya segelintir masyarakat yang komplain, terutama di Desa Bebuak," Ungkapnya.
Sementara itu salah seorang masyarakat pemilik lahan dalam Herring nya yang didampingi LSM Kasta NTB mengaku, kedatangannya bersama LSM Kasta NTB, menuntut agar tanah tanah yang diambil dan masuk dalam penalutan, agar dibayar per meter nya Rp 500 ribu dan pajak yang sudah mereka bayar sejak tahun 1970 diganti.
"Kedatangan kami bersama masyarakat pemilik lahan yang didampingi LSM Kasta NTB, menuntut keadilan agar tanah kami yang masuk dalam penalutan jalan, dibayar termasuk ganti rugi pajak yang sudah kami bayar ber puluh puluh tahun lamanya," Katanya tegas sambil mengiba.
Sementara itu presiden LSM Kasta NTB Lalu Wink Haris berharap agar para kontraktor atau pemenang tender, harus memahami kondisi di bawah. Sebab masyarakat tidak akan mungkin melakukan pengklaiman lahan jika itu bukan milik mereka.
"Mari kita berfikir cerdas, mereka para masyarakat yang menuntut haknya, tak akan mungkin datang jika mereka merasa kalau tanah mereka diambil. Oleh karena itu pemerintah dan kontraktor harus memahami hal itu," Kata presiden Kasta NTB.
Kedatangan mereka menuntut tali asih, itu sebagai bukti kalau masyarakat mendukung pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan jalan.
"Pemerintah dan kontraktor harus peka, jangan sampai terjadi gejolak di masyarakat," ujarnya.
Sementara itu dari pihak Kontraktor Pak Hadi mengaku, persoalan lahan itu bukan tanggung jawabnya. Sebab yang tertera hanya mengerjakan jalan, artinya semua proses tanah atau yang lainnya, yang menyangkut dengan masyarakat, itu bukan ranah kami.
"Semua persoalan tanah, itu bukan tanggung jawab kami, kami hanya mengerjakan jalan dan tidak mengurus persoalan tanah," Timpalnya. (Ap).


0 Komentar