Breaking News

Diskriminasi Dalam Menentukan Persyaratan Teknis Pembangunan Beberapa Puskesmas Tahun 2023, Diduga Sebuah Upaya PPK dan Pokja Memuluskan Proyek Proyek Pesanan Para Pejabat Kabupatan Lombok Tengah.

 


Oleh : Serun (Dirut CV. Seruni)


Setiap program pengadaan barang/jasa Pemerintah itu mempunyai peran PENTING dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan pelayanan publik dan pembangunan perekonomian nasional serta daerah.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sistem evakuasi dan pengawasan yang dapat memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya  (volue of money) bagi masyarakat secara komprehensif.

Sebagaimana telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor : 12 tahun 2021 junto Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor : 16 tahun 2018 tentang pengadaan Barang/ jasa pemerintah pasal : 4 huruf a yang menyatakan bahwa : Pengadaan barang/ jasa bertujuan untuk : menghasilkan barang/ jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek KUALITAS, kuantitas , waktu, biaya, dan lokasi.

Pasal : 4 huruf C mengamanatkan bahwa : Pengadaan barang/ jasa bertujuan untuk menungkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Adapun kebijakan pengadaan Barang/ Jasa dalam pasal : 5 hurup b mengamanatkan bahwa : Kebijakan pengadaan barang/ jasa meliputi melaksanakan pengadaan barang/ jasa yang lebih transparan, terbuka dan kompetitif. Selanjutnya pasal 5 huruf g mengamanatkan bahwa : kebijakan pengadaan barang/ jasa harus mempu memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.

Begitu juga dengan etika pengadaan barang dan jasa pada pasal 7 huruf c dinyatakan bahwa : Semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/ jasa harus mematuhi etika tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat. Huruf e mengamanatkan : menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang/ jasa. Huruf g mengamanatkan : menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau kolusi.

Janji para penguasa untuk mensejahterakan rakyat, menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas hanya merupakan jargon yang menyebar bagai angin sorga,  semua itu pada hakekatnya hanya bualan semata, ibaratkan pepesan kosong, Apabila mau mencerna lebih dalam lagi, maka para penggarong uang  rakyat yang kemudian di siram dengan air lupa pada norma agama, ditambah lagi  duduk manis bersandarkan  kursi kenikmatan kekuasaan, maka semua itu tinggal tunggu waktu untuk memetik buah bencana kebangkrutan dan kemiskinan negara berikut rakyatnya.

Salah satu contoh adanya diskriminasi persyaratan teknis pengadaan barang/ jasa yang tidak berpihak pada pengusaha kecil dan menengah (UKM) di kabupaten Lombok Tengah terjadi  pada proyek pembangunan di beberapa puskesmas seperti : Puskesmas Darek; Bonjeruk dan Batunyala. Mari coba kita bandingkan dan telaah bersama secara akal waras yang pusing memikirkan mobilisasi ekonomi rakyat.

Bahwa sistem managemen anti penyuapan itu, baru dapat di capai melalui komitmen kepemimpinan yang konsisten untuk menerapkan budaya kejujuran, transparansi dan kepatuhan terhadap pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa pembangunan Puskesmas Darek; Bonjeruk dan Batunyala sama-sama menelan biaya miliaran rupiah dengan sumber dana yang sama, tetapi ketika proyek tersebut masuk dalam proses tender maka di duga ada campur tangan para pihak/ policy maker (KKN) yang sangat kental sekali.

Dan hal tersebut dapat di analisa melalui adanya kunci mengunci dalam persyaratan teknis yang sudah basi dilakukan sejak zaman nabi Adam. Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa proyek-proyek besar itu persyaratan teknisnya pasti sulit dipenuhi oleh pengusaha UKM lokal, karena proyek besar tersebut di duga sudah ada pemiliknya sejak berada di perencanaan dan di sinyalir sangat dekat dengan bau amis KKN.

Dengan alasan normatif bahwa pembangunan puskesmas Batunyala adalah proyek lanjutan, maka PPK & pokmil sepakat melakukan diskriminasi terhadap persyaratan teknis proyek tersebut. Meskipun proyek-proyek tersebut berasal dari sumber anggaran yang sama serta bernilai miliaran rupiah.

Lebih ironis lagi puskemas Batunyala pada tahap pembangunan awal tahun 2022 masih menyisakan permasalahan dalam persoalan Mekanical Electriknya (ME) yaitu adanya penurunan specifikasi kabel instalasi listrik yang memiliki resiko terhadap terjadinya potensi kebakaran dan keselamatan jiwa pegawai maupun pasien.  Proyek puskesmas Batunyala & Batujangkih ini juga sempat di laporkan oleh salah seorang pengusaha lokal ke Kejaksaan Agung RI setahun yang lalu. Tetapi tiba-tiba kasusnya menghilang seperti di bawa para kaum lelembut termasuk kasus puskesmas Awang juga menghilang di makan tuyul.
Coba sekali-kali para Aparat Hukum turun kelapangan melakukan cross cek, benarkah seluruh alat yang dipersyaratkan dalam persyaratan teknis tersebut ada 100 persen  di lapangan dan pergunakan seluruhnya saat dilakukan pelaksanaan pembangunan gedung  ?. Lalu juga perlu dipikirkan,  kenapa ada terjadi diskriminasi dalam penentukan persyaratan tehnis antara proyek pembangunan puskesmas  Puskesmas Darek; Bonjeruk dengan puskesmas  Batunyala ?.

Begitu juga dengan upaya penerapan ISO 37001 : 2016 pada pelaksanaan proyek harus di cintai, di homati, dan disegani karena berdampak pada pola kebijakan yang lurus, serta memiliki integritas yang pada akhirnya segala sesuatu tentang pelaksanaan anggaran publik menjadi jelas dan terang benderang. Jika penggunaan ISO : 37001 : 2016 tetap diberlakukan dalam syarat-syarat teknis di saat pelaksanaan  proses tender, maka harus ada reward dan punishment yang tegas dengan konsekuensi logis bahwa para perangkat daerah/ pejabatnya juga HARUS BERSIH bebas dari KKN dan bersumpah tidak lagi mau menerima fee proyek dari para pengusaha. Jangan hanya pengusaha  yang terus di tekan untuk selalu tunduk pada aturan anti suap dan lain-lain, sementara para pejabat terus menerus  minta fee proyek dan atau selalu mengunci dalam persyaratan teknis. Karena pelaksanaan proyek penunjukan langsung(PL) maupun penerapan persyaratan teknis ISO : 37001 : 2016, sertifikat Green Building  dan lain-lain dalam pembangunan puskesmas Bonjeruk dan puskesmas Darek  BUKAN JAMINAN  bahwa kasus penyuapan tidak terjadi saat pelaksanaan ketiga proyek pembangunan puskesmas itu. Sebab efektivitas keberhasilan pencegahan masalah suap menyuap itu sangat tergantung pada komitmen/ integritas para pimpinan dan atau pengambil kebijakan. Bahkan pada pelaksanaan proyek dengan metode pemilihan langung/ penunjukan langsung (PL) justru syarat dengan fee proyek.   Pertanyaan kemudian adalah : Kenapa dalam proses tender pembangunan puskesmas Bonjeruk dan puskesmas Darek dalam persyaratan teknis di berlakukan ISO : 37001 : 2016, sertifikat Green Building  dan lain-lain ?, sementara dalam tender pembangunan puskesmas Batunyala sertifikat :  ISO : 37001 : 2016, sertifikat Green Building TIDAK DIPERSYARATAKAN.  

Bukankah hal ini jelas-jelas ada diskriminasi terhadap pemberlakuan persyaratan teknis sekaligus mematikan para pengusaha lokal ?. Terus mana keperpihakkan para pejabat kita kepada para pengusaha lokal kabupaten Lombok Tengah ?. coba kalian pikir baik-baik....Akhirnyadapat disimpulkan bahwa anggaran publik masuk dalam akun APBD Lombok Tengah untuk membangun puskesmas. Giliran masalah bagi hasil pajak dari pusat, ternyata dana bagi hasil pajak tersebut lari ke daerah dan atau propinsi lain, karena semua puskesmas dikerjakan oleh para pengusaha luar. Sedih bin ironi cara berpikir para policy maker kita.

Apakah para pengusaha lokal tidak ada yang mampu untuk mengerjakan pembangunan ketiga puskesmas itu ?, sehingga  semua proyek-proyek besar seperti pembangunan   Puskesmas Darek; Bonjeruk dan Batunyala sama-sama menelan biaya miliaran rupiah HARUS DIKERJAKAN oleh perusahaan dari luar Kabupaten Lombok Tengah ?.  Silahkan publik yang menjawabnya ? atau mungkin para pejabat kita sudah tidak peduli dengan rasa lapar para pengusaha lokal ?.



Agar semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/ jasa dapat mematuhi etika pengadaan sebagaimana termaktub dalam Perpres nomor : 12 tahun 2021 pasal 7 huruf b bahwa : semua pihak harus bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan pengadaan barang/ jasa. Lebih lanjut huruf f mengamanatkan bahwa : semua pihak harus menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara; huruf g mengamanatkan bahwa : semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/ jasa harus mengjindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau kolusi. Dan supaya semua amanat peraturan perundang-undangan tersebut bisa berjalan dengan baik serta tidak ada diskriminasi perlakuan, maka jika ingin benar-benar konsekuen penerapan kebijakan persyaratan teknis ISO : 37001 : 2016 ANTI SUAP harusnya TIDAK HANYA diberlakukan pada proyek pembangunan  Puskesmas Darek; Bonjeruk saja, tetapi pada pembangunan proyek puskesmas Batunyala juga harus mendapat perlakukan yang sama yaitu diberlakukannya  ISO : 37001 : 2016 anti suap. Tidak sampai berhenti di sana, proyek-proyek penunjukan langsung (PL) juga harus di persyaratkan ISO ; 37001 ; 2016 tentang anti suap tanpa terkecuali. Sebab tidak ada jaminan proyek PL akan BEBAS dari masalah suap menyuap. Jangan sampai ada istilah boleh melanggar aturan di level pejabat, tapi tidak boleh di level rakyat . (**)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close