Breaking News

Upss, Sengkarut Lahan di Gili Trawangan Kembali Disorot

Mohni, SH.

 Masalah Warga Lokal dengan WNA Pecah, Diduga Gegara Lahan Diklaim Pemprov NTB


Mataram (postkotantb.com)- Belum beres Sengkarut Lahan di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, muncul lagi persoalan home stay, antara Warga Negara Asing (WNA) atas nama Maritha Coroline dengan warga Lokal, Laela Hayati.

Persoalan ini pun memantik perhatian Sekretaris Eksekutif Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK), Mohni, SH.  Menurut dia, persoalan ini adalah bukti, bahwa apa yang diklaim oleh Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah, selalu bertolak belakang dengan kondisi rill di lapangan.

"Apa yang saya sampaikan ini sebagai wujud keprihatinan saya terhadap nasib warga Gili Trawangan," ujarnya Mohni, ditemui di Kota Mataram,Minggu (05/02/2023).

Untuk diketahui bahwa home stay di pulau tersebut, milik Laela Hayati, berdiri di atas lahan seluas 3 are. Persoalan ini dilatarbelakangi perjanjian sewa menyewa antar kedua belah pihak. Dalam perjalanannya, WNA sebagai pihak penyewa tidak memenuhi perjanjian. Dengan alasan, lahan tersebut milik pemerintah.

"Ini salah satu contohnya. Masih ada lagi persoalan lain yang membelit masyarakat di Gili Trawangan yang tidak diketahui publik. Ini kan disebabkan status lahan yang belum jelas penyelesaiannya," imbuhnya kesal.

Dibalut Sertifikat Hak Pengelola Lahan (HPL),  kata Mohni, Pemerintah Provinsi NTB terus saja meyakinkan publik dengan dalih, persoalan lahan di Gili Trawangan sudah sesuai koridor hukum yang benar. Bahkan, pemerintah keukeh membujuk masyarakat untuk tanda tangan sebagai bukti menyepakati perjanjian kerja sama, tanpa memberi kesempatan warga untuk membaca dan memahami poin demi poin klausul perjanjian.

"Ini kan aneh, menawarkan kerja sama pemanfaatan di atas lahan yang masih di pertentangkan. Ada apa di balik semua ini. Buntutnya warga merugi," singgungnya.

Pihaknya tidak menafikan, bahwa Pemerintah Provinsi NTB memang memiliki bukti HPL. Namun, jauh sebelum sertifikat itu terbit, warga setempat sudah lebih dulu mengelola lahan sampai saat ini sebagai destinasi wisata dan tiap tahun, menyumbang untuk pendapatan asli daerah (PAD) miliaran rupiah.

"Warga hanya ingin keberadaannya selama mengelola lahan diakui melalui pemberian hak legalitas yang membuat warga, serta seluruh anak keturunannya, merasa nyaman dan aman hidup di Gili Trawangan, tanpa terganggu mimpi buruk pengusiran dan penggusuran lagi. Semoga ada solusi yang tepat dalam waktu dekat, sesuai doa dan harapan para pendahulunya," harapnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close