Breaking News

Manisnya Udang, Buramkan Aturan

Persoalan Tambak Udang Ilegal di NTB
Ilustrasi.

Mataram (postkotantb.com)-  Pengamat Hukum, I Gusti Putu Ekadana merespon positif intervensi DPRD NTB terhadap persoalan ratusan tambak udang yang tidak memiliki izin lengkap. Menurutnya ini langkah awal para legislator untuk menertibkan dan menegakan kembali aturan-aturan yang selama ini terabaikan.

"Sejak kapan dewan bersuara. Masalah pasir besi di Lombok Timur saja, alamnya sudah rusak baru pada bersuara. Semoga saja tambal sulam (pergantian,red) wakil rakyat dan pergantian gubernur bisa menyelamatkan alam kita ini," ujar Ekadana dikediamannya, Jumat (24/01/2025).

Kata Ekadana, praktik mafia tambak udang sudah ada sejak zaman orde baru. Kala itu, oknum mafia tambak udang awalnya menyasar daerah Lampung sebagai lahan subur, meski tanpa mengantongi izin (Ilegal). "Kualitas udangnya itu kualitas ekspor," imbuhnya.

Namun setelah bertahun-tahun hutan bakau rusak hingga abrasi dan airnya tercemar serta hasil produksi menurun karena faktor kejenuhan akibat penggunaan bahan kimia, mereka lalu pindah ke Pulau Jawa.

Diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan di dekat Jakarta. Setelah bertahun-tahun, daerah-daerah tersebut juga mengalami kerusakan yang sama. Sehingga para mafia tambak menyasar provinsi NTB, dan yang paling dominan di Pulau Sumbawa.

"Itu pun sudah bertahun-tahun yang lalu. Cara main dan modus operandinya tidak berubah. Sama saja perlakuannya terhadap lingkungan. Kumpulin duit sebanyak-banyaknya, setelah alam rusak, da da," timpalnya.

Ia tidak memungkiri, oknum mafia tambak udang leluasa membuka lahan di setiap daerah, karena masih ada oknum-oknum nakal di pemerintahan, sehingga memudahkan mereka memanen untung tanpa mengantongi izin dan terhindar dari pajak.

"Dan pola birokrasinya sama. Entah perizinan laut, kehutanan, pajak, semua itu dimainkan. Dulu Izinnya 1 hektare, operasinya 10 hektare, sekarang malah kebanyakan tanpa izin. Ini patut dicurigai ada penyulundupan pajak. Berapa persen sih pajak ekspornya dan lain-lain, kan nggak ada yang tahu," bebernya.

"Kemudian, kalau operasi tanpa izin kan seharusnya pidana dong, tapi kok tidak. Mana bentuk pengawasan dan pencegahan dari instansi terkait. Ini karena Harga udang yang kualitas ekspor, dibayar pakai dollar. 4 ekor udang harganya setara 1 gram emas," sindirnya.

Ekadana mengingatkan agar DPRD NTB tidak terkecoh dan lalai dengan istilah 'Investasi'. Sebab, sudah banyak tambak udang bodong, beroperasi bertahun-tahun dengan hanya berlindung di balik modus kepentingan masyarakat.

"Terlalu gampang oknum pengusaha itu membuat tameng. Pura-pura ngambek dan mengancam akan banyak pengangguran gara-gara PHK kalau ditutup. Padahal oknum mafia ini sudah memanen miliaran dollar dari hasil tambak. Mana ada tambak mensejahterakan masyarakat. Yang ada memperkaya oknum pengusaha dan oknum pejabat," ketusnya.

Dari sisi kriminologi dan aturan pemerintah, Ekadana menyarankan dua opsi. Diantaranya memberikan sanksi tegas berupa denda dan atau mencabut permanen izinnya jika beroperasi tidak sesuai kajian AMDAL.

Sebaliknya, ia juga menekankan agar para wakil rakyat mendesak pemerintah daerah, untuk tidak lagi memberi kesempatan bagi pengusaha tambak yang beroperasi tanpa mengantongi AMDAL. "Kalau diteruskan tambak yang sekarang, sudah masuk masa kritis, seperti tambak-tambak di Pulau Sumbawa," kesalnya.

Di sisi lain, ia meminta agar dewan dapat merekomendasikan pembentukan tim satgas yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, legislatif, pemerintah pusat, akademisi, untuk turun secara bersama-sama melakukan cek lapangan dan mengambil keputusan atas keberadaan ratusan tambak di NTB.

"Harus tegak lurus. Kalau temuannya melanggar aturan, tegakan hukum. Jangan main-main lagi dan jangan tebang pilih. Peran serta masyarakat secara aktif. Jadi masyarakat harus dilibatkan,"tandasnya.(RIN)

0 Komentar

Posting Komentar
Mulya Residence

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close