![]() |
(dari Kiri) Apriyadi, SH., selaku penasehat hukum, (tengah) Anggita DPRD NTB, Efan Limantika, dan (kanan) notaris Munawir, SH., M.Kn. |
Mataram (postkotantb.com)- Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah di Desa Hu'u, Kecamatan Hu'u Kabupaten Dompu yang melibatkan Anggota DPRD NTB, Efan Limantika kian jernih. Sebelumnya kasus ini viral dan menjadi sorotan sejumlah pihak setelah dilaporkan Adnan.
Bahkan tersiar di media sosial berbagai tuduhan mafia tanah yang menyudutkan dan merugikan Efan Limantika, karena Adnan mengklaim bahwa dirinya lah yang membeli lahan tersebut dari almarhum M. Saleh Azis.
Namun terungkap fakta bahwa kasus ini terindikasi kuat direkayasa. Diantaranya pengakuan dua ahli waris inisial SN dan SR. Keduanya mengaku diiming-imingi Adnan uang tunai Rp. 200 juta ditambah satu unit mobil mewah, jika mendukung klaim kepemilikan tanah tersebut.
Tidak hanya itu. Dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Dompu nomor: 16/Pdt.G/2025/PN Dpu, kesaksian ahli waris menguatkan kebenaran terkait proses transaksi jual-beli tanah antara Efan Limantika dengan Jaenab, istri almarhum M. Saleh Azis.
Hal ini didukung pula bukti berupa Akta Jual Beli (AJB) yang dikeluarkan Notaris Munawir, SH., M.Kn., 28 Oktober 2015. "Itu akta resmi yang saya buat dan tandatangani. Prosesnya juga disaksikan staf kantor saya serta ahli waris,” tegas Munawir.
Dikonfirmasi terpisah, Jumat (19/09/2025), Efan Limantika menegaskan, fakta yang terungkap kian membuktikan dirinya tidak bersalah dan tuduhan yang beredar hanyalah fitnah. Ia juga membantah pernyataan yang menyebut dirinya hanya sebagai penjaga tanah saat masih berdinas di Polres Dompu.
"Tidak ada bukti yang bisa membenarkan tuduhan itu. Saya membeli tanah ini secara sah dari Jaenab, istri almarhum, dengan akta notaris yang resmi," tegasnya.
Belum lama ini, mahasiswa yang tergabung dalam SEMMI NTB menggelar aksi protes atas adanya kasus tersebut. Efan menilai aksi protes dari kelompok mahasiswa itu hanyalah gerakan pesanan. “Saya tidak pernah alergi kritik, tapi tuduhan tanpa dasar hukum jelas merusak nama baik,” katanya.
Bahkan tersiar di media sosial berbagai tuduhan mafia tanah yang menyudutkan dan merugikan Efan Limantika, karena Adnan mengklaim bahwa dirinya lah yang membeli lahan tersebut dari almarhum M. Saleh Azis.
Namun terungkap fakta bahwa kasus ini terindikasi kuat direkayasa. Diantaranya pengakuan dua ahli waris inisial SN dan SR. Keduanya mengaku diiming-imingi Adnan uang tunai Rp. 200 juta ditambah satu unit mobil mewah, jika mendukung klaim kepemilikan tanah tersebut.
Tidak hanya itu. Dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Dompu nomor: 16/Pdt.G/2025/PN Dpu, kesaksian ahli waris menguatkan kebenaran terkait proses transaksi jual-beli tanah antara Efan Limantika dengan Jaenab, istri almarhum M. Saleh Azis.
Hal ini didukung pula bukti berupa Akta Jual Beli (AJB) yang dikeluarkan Notaris Munawir, SH., M.Kn., 28 Oktober 2015. "Itu akta resmi yang saya buat dan tandatangani. Prosesnya juga disaksikan staf kantor saya serta ahli waris,” tegas Munawir.
Dikonfirmasi terpisah, Jumat (19/09/2025), Efan Limantika menegaskan, fakta yang terungkap kian membuktikan dirinya tidak bersalah dan tuduhan yang beredar hanyalah fitnah. Ia juga membantah pernyataan yang menyebut dirinya hanya sebagai penjaga tanah saat masih berdinas di Polres Dompu.
"Tidak ada bukti yang bisa membenarkan tuduhan itu. Saya membeli tanah ini secara sah dari Jaenab, istri almarhum, dengan akta notaris yang resmi," tegasnya.
Belum lama ini, mahasiswa yang tergabung dalam SEMMI NTB menggelar aksi protes atas adanya kasus tersebut. Efan menilai aksi protes dari kelompok mahasiswa itu hanyalah gerakan pesanan. “Saya tidak pernah alergi kritik, tapi tuduhan tanpa dasar hukum jelas merusak nama baik,” katanya.
Penyidik Diduga Masuk Angin
Efan juga menyoroti bocoran hasil gelar perkara khusus di Polda NTB pada 17 September 2025. Menurutnya, ada kejanggalan karena pelapor lebih dulu mengetahui hasil gelar perkara meski tidak hadir. Ia bahkan menyebut salah satu penyidik yang menangani kasus ini pernah dijatuhi sanksi etik karena menerima suap.
“Kami melihat ada indikasi permainan. Karena itu, kami minta Propam dan Irwasda Polda NTB turun tangan,” tegasnya.
“Ini bukan sekadar urusan tanah. Tuduhan mafia tanah jelas merusak citra saya. Tapi saya yakin kebenaran akan terungkap, dan kami siap membuktikannya di proses penyidikannya,” tandasnya.
Pewarta: Syafrin Salam.
0 Komentar