![]() |
| DANA SILUMAN: Tersangka Hamdan Kasim saat digiring menuju mobil tahanan. Senin (24/11). Foto Istimewa |
Mataram, (postkotantb.com) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menetapkan satu lagi tersangka kasus Gratifikasi uang siluman DPRD NTB.
Tersangka ketiga yakni ketua komisi IV DPRD NTB Hamdan Kasim alias HK. Penetapan tersangka setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik kemudian menetapkan tersangka dan menahan anggota DPRD itu.
Pemeriksaan dilakukan dari pukul 11.19 siang hingga 14.12 oleh penyidik Kejati NTB.
"Hari ini kami tetapkan satu lagi tersangka kasus dana siluman atau Gratifikasi DPRD NTB atas nama HK," kata Aspidsus Kejati NTB, Zulkifli Said, Senin (24/11).
Politisi partai Golongan Karya (Golkar) ini ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) kelas IIA Kuripan, Lombok Barat.
"Ditahan mulai hari ini, selama 20 hari kedepan di Lapas Kuripan bersamaan dengan terangka sebelumnya, IJU," Terangnya.
Pantauan media ini, tersangka keluar dari ruang penyidik Kejati NTB, tersangka bersembunyi dibelakang tim Penasehat, bahkan dijaga ketat oleh tim pendukung tersangka HK. Tersangka enggan memberikan komentar hanya menunduk menuju mobil tahanan.
Terangka di jerat pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam pidana penjara antara maksimal lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250 juta.
Sebelumnya, Jaksa menetapkan dua tersangka yakni, Anggota Komisi III DRPD NTB M Nashib Ikroman (MNI) dan Anggota komisi V Indra Jaya Usman alias IJU.
Untuk diketahui, Dan sejumlah anggota dewan sudah mengembalikan uang tersebut kepada Kejati NTB dengan jumlah Rp 2 miliar lebih, Uang tersebut menjadi bukti penguat jaksa sehingga kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Dalam penyelidikan kasus ini tercatat sejumlah anggota DPRD NTB, mulai dari ketua hingga anggota sudah menjalani pemeriksaan. Termasuk ada juga dari lembaga eksekutif Pemprov NTB.
Kejati NTB melakukan serangkaian permintaan keterangan ini dengan mendasar pada surat perintah penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Nomor: PRINT-09/N.2/Fd. 1/07/2025, tanggal 10 Juli 2025
Kasus ini bermula dari informasi yang menyebutkan adanya bagi-bagi uang sebagai fee dari Pokir dewan. Masing-masing anggota dewan akan mendapatkan program atau pokir senilai Rp 2 miliar.
Namun mereka tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program tersebut, atau setara dengan Rp 300 juta. (Angga)


0 Komentar