Mataram (postkotantb.com)- Regulasi
telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi perempuan berpartisipasi
dalam pemilu. Sesuai UU 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tiap 3 (tiga)
orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang perempuan bakal calon.
Menurut Karman BM, mantan Ketua Umum
GPII, meski perempuan telah mendapat kesempatan luas-dalam pemilu legislatif,
namun masih terdapat problem terkait partisipasi perempuan itu.
Berdasarkan pengalaman, parpol masih
kesulitan memenuhi representasi perempuan 30 persen sesuai UU. Hal itu seperti
menggambarkan adanya something wrong dalam proses kaderisasi dan rekrutmen kaum
perempuan. “Mestinya, parpol (partai politik) tidak memperlakukan partisipasi perempuan
dalam politik, semata-mata memenuhi kewajiban 5 tahunan,” kata
Karman, Sabtu (28/07).
Menurutnya, hal itu merupapan
pelajaran penting yang seharusnya menjadi refleksi parpol, khususnya di
NTB. Partisipasi perempuan meruppakan elemen penting bagi sehatnyan
sistem demokrasi.
Selama ini, parpol dinillai kurang serius dan tidak maksimal mellibatkan
perempuan dalam strategi pembangunan politik.
"Apalagi masih kuatnya budaya
patriarki di tengah masyarakat, hegemoni agama, struktur sosial dan kepartaian
belum mendukung bagi masuknya gender secara kaffah dalam politik," beber
Karman yang dikenal dekat dengan Kapolri Tito Karnavian.
Ditambah Karman , minimnya akses
informasi tentang pemilu dan demokrasi bagi perempuan, padahal
representasi perempuan yang memadai dalam pemilu, akan mempengaruhi kualitas
partisipasi dengan meningkatkan partisipasi pemilih perempuan.
"Perempuan harus makin berani
mengambil peran penting dalam proses pemilu, selain menjadi calon,
penyelenggara pemilu hingga pemilih yang cerdas. Perempuan Harus Berani
Tampil," tambahnya.
Di pihak lain, Karman berharap kaum
perempuan bisa memanfaatkan peluang itu. Sistem pemilu telah memberikan peluang
cukup besar bagi partisipasi kaum perempuan terutama sebagai calon legislatif. “Perempuan harus memanfaatkan peluang itu,” tegas Karman.
Menurut Karman seharusnya perempuan
terus menerus berani tampil terbuka memperkenalkan dirinya kepada masyarakat.
Jumlah pemilih perempuan yang melebihi laki-laki, harusnya menumbuhkan
kepercayaan diri bagi perempuan.
Karman yang kini maju menjadi bakal
calon legislatif Partai Perindo dari Dapil 2 NTB itu menilai, sejauh ini parpol
masih memperlakukan perempuan sebagai calon dadakan. Itu berarti, masih belum
memandang perempuan dan laki-laki memiliki potensi sama dalam pembangunan
politik.
"Akses Medsos Generasi Milenial Pemilih milenial (berusia 17-29
tahun) menjadi rebutan parpol, karena jumlahnya mencapai 20 persen
dari jumlah pemilih nasional," ungkapnya.
Bagi Karman mereka menjadi segmen
baru pemilih di Indonesia yang berpandangan unik dibanding pemilih lainnya. Karakteristik
pemilih milenial tak mudah ditebak, dan gampang bergeser dari satu tokoh ke
tokoh lainnya. Bahkan, bergeser dari satu partai ke partai lainnya.
Menurut Karman, dalam konteks pembangunan politik di Indonesia sentuhan pada
pemilih milenial penting dilakukan. Sangat disayangkan kalau mereka justru
dirusak praktik politik transaksional. “Jangan jadikan mereka semata-mata
sebagai obyek, tapi mereka merupakan subyek. Kami sendiri melakukan training
yang memberdayakan,” kata Karman.
Seperti dikatahui, salah satu pembeda
generasi milenial dari sedbelumnya adalah akses mereka ke akun sosial media. 54
persen pemilih milenial mengaku mengakses media online tiap hari, hanya 11,9
persen pemilih non milenial yang mengakses media online tiap hari. 81,7 persen pemilih milenial memiliki akun Facebook, hanya 23,4 persen
pemilih non milenial (berusia di atas 30 tahun) yang berakun Facebook.
Perbedaan akses terhadap sosial media dan media online mempengaruhi cara
milenial memandang politik, sekaligus cara mereka menentukan pilihannya
dalam pemilu. Politik elektoral 2019, diperkirakan didominasi generasi
milenial. (Eka)
0 Komentar